Mohon tunggu...
Imaduddin Kamal Thoriq
Imaduddin Kamal Thoriq Mohon Tunggu... Konsultan - mahasiswa PWK'19 UNEJ

191910501048 S1 Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Money

Indonesia Cetak Sejarah, Pertama Kalinya Penerapan PPP dalam Pemindahan Ibu Kota Negara

13 Mei 2020   08:58 Diperbarui: 13 Mei 2020   09:47 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polemik dan segala perkembangan terkait pemindahan Ibu Kota Negara di Indonesia memang menarik untuk dibahas. Sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur telah ditunjuk untuk menggantikan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. 

Pemindahan Ibu Kota Negara ini menarik dibahas karena akan berpengaruh pada perekonomian di Indonesia. Seperti yang dilansir oleh Liputan6.com, Selasa (10/09/2019) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di acara 55th ISOCARP World Planning Congress 2019 - Relocating the National Capital di Jakarta mengatakan bahwa lebih dari 50 persen wilayah di Indonesia akan mengalami peningkatan perdagangan jika ibu kota Indonesia pindah. Selain itu, ekonomi Indonesia akan tumbuh 0,1 hingga 0,2 persen dan apabila ibu kota dipindahkan ke lokasi yang lebih ideal, maka pembangunan Indonesia akan lebih merata.

Namun apa alasan dibalik pemindahan ibu kota negara ini? Melalui acara Youth Talks pada 20 Agustus 2019, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memaparkan  sejumlah alasan mengapa pulau Jawa tak dipilih lagi sebagai lokasi ibu kota baru. 

Setidaknya ada empat alasan yang mendasarinya, yaitu terlalu padatnya penduduk Pulau Jawa dibandingkan pulau lainnya, kontribusi ekonomi pulau Jawa terhadap PDB sangat mendominasi dibanding pulau lainnya yang jauh tertinggal, krisis ketersediaan air bersih DKI Jakarta dan beberapa daerah lainnya di Pulau Jawa, serta konversi lahan di Jawa yang mendominasi.

Meskipun banyak negara di dunia yang berhasil memindahkan ibu kota negaranya, seperti Brasil, Malaysia, Australia, hingga Pakistan, namun Indonesia diklaim  akan menjadi negara yang pertama menerapkan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP) dalam memindahkan ibu kota negara. 

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemindahan ibu dengan melibatkan pihak swasta bisa menjadi pertama kalinya di dunia. Karena mayoritas negara memindahkan ibu kota mengandalkan APBN-nya. Menurut Bambang, banyak negara sukses memindahkan ibu kota negaranya seperti Brasil dan Malaysia bahkan Pakistan. Namun pemindahan tersebut sudah berlangsung beberapa puluh tahun yang lalu dan belum ada skema KPBU, di dunia pun masih jarang untuk saat itu.

Public Private Partnership (PPP) atau Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS) merupakan sebuah perjanjian kontrak antara swasta dan pemerintah, yang keduanya bergabung bersama dalam sebuah kerjasama untuk menggunakan keahlian dan kemampuan masing-masing untuk meningkatkan pelayanan kepada publik dimana kerjasama tersebut dibentuk untuk menyediakan kualitas pelayanan terbaik dengan biaya yang optimal untuk publik. 

Sedangkan definisi KPBU dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015, KPBU adalah Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri / Kepala Lembaga / Kepala Daerah/ Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak. Pembiayaan dilakukan oleh badan usaha sehingga tidak berpengaruh langsung terhadap anggaran (APBN/APBD).

Skema KPBU memiliki kelebihan dibanding skema konvensional seperti : (1) Pelaksanaan yang dituangkan dalam kontrak jangka panjang lebih konsisten dan berkesinambungan daripada skema konvensional. (2) Meminimalisir resiko pelaksanaan proyek. (3) Terdapat kajian aspek resiko, sedangkan skema konvensional tidak ada . (4) Ada pembagian resiko, sedangkan skema konvensional resiko ditanggung 100% Pemerintah. (5) Bisa digunakan untuk infrastruktur yang lain, sedangkan skema konvensional pendanaan royek sesuai nilai kontrak

Dilansir dari CNBC.com, Senin (27/08/2019) anggaran untuk pemindahan ibu kota baru kurang lebih sekitar Rp 466 triliun yang terbagi tiga sumber, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), swasta dan Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah merincikan anggaran untuk pemindahan ibu kota baru ini. Adapun skema pembiayaan ibu kota adalah sebagai berikut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun