Apa yang orang pikirkan saat berwisata ke suatu tempat? Tentunya kita akan mencari bangunan atau benda yang menjadi ciri khas tempat tersebut. Seperti Menara Eiffel di Paris, Patung Liberty di New York, Candi Borobudur di Magelang, Monas di Jakarta. Bangunan atau benda-benda tersebut disebut "landmark".Â
Landmark adalah salah satu elemen pembentuk city branding  atau citra kota dalam bentuk sebuah bangunan atau tempat yang mudah dikenali, terutama yang dapat digunakan untuk mengecek di mana kita berada. Landmark secara modern juga dapat diartikan sebagai sebuah simbol yang dibuat oleh manusia, dan dapat menjadi ciri khas dari suatu tempat.
Menurut data statistik yang diperoleh dari website statista.com, dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2017, rata -- rata wisatawan yang berkunjung ke menara eiffel tiap tahunnya sebanyak 6,59 juta wisatawan.
Sedangkan patung Liberty sendiri dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2018, rata -- rata wisatawan yang berkunjung ke patung Libery tiap tahunnya sebanyak 3,78 juta wisatawan.
Hal ini menunjukkan bahwa  landmark sangat berpotensi besar sebagai sebuah sektor pariwisata. Selain dapat menarik wisatawan asing, landmark juga dapat menarik wisatawan lokal agar datang berkunjung ke daerah tersebut. Hal ini secara tak langsung dapat bermanfaat bagi masyarakat lokal setempat.
Manfaat yang dapat diperoleh dari pengembangan landmark sebagai sektor pariwisata ini, diantaranya yaitu terciptanya lapangan pekerjaan baru, serta dapat meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat setempat.
Di Indonesia sendiri, hampir seluruh kota memiliki landmark, yang menjadi ciri khas dari kota tersebut. Seperti Jakarta dengan Monumen Nasional nya, Bandung dengan Gedung Sate nya, Surabaya dengan tugu pahlwan dan tugu "sura" dan " baya" nya, Bukit Tinggi dengan Jam Gadang nya, dan masih banyak lagi landmark ikonik di setiap kota besar di Indonesa.
Salah satu Kota di Indonesia, yaitu Kota Jember belum memiliki landmark yang ikonik. Padahal, Jember sendiri sudah terkenal dengan City Brandingnya yaitu Jember Fashion Carnavl (JFC) yang sudah mendunia. Bahkan JFC menduduki peringkat pertama sebagai karnaval terbaik se-Asia dan peringkat ketiga di dunia, setelah Rio de Janiero Carnival di Brasil dan Pasadena Flower Carnival di Los Angeles Amerika Serikat.
Dynand Fariz, sang pendiri JFCmeninggal dunia pada 17 April 2019 di RS Jember Klinik karena infeksi saluran pernafasan di usia 55 tahun. Dynand Fariz meninggal dengan mengukirkan karya besar yang membanggakan masyarakat Jember di mata dunia.
Namun ada satu cita-cita Dynand Fariz yang belum tercapai yakni terwujudnya Museum Karnaval di Kabupaten Jember, ia menginginkan Jember memiliki sebuah museum yang nantinya memajang aneka kostum karnaval yang pernah ditampilkan oleh JFC dan karnaval-karnaval di kota lain di Indonesia.
Apabila mimpi itu terwujud, maka tidak menarik kemungkinan Jember akan lebih dikenal melalui landmark tersebut, yaitu Museum Karnaval yang bisa menarik wisatawan lokal maupun mancanegara.