Mohon tunggu...
I Made Nararya Dhananjaya
I Made Nararya Dhananjaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Undiksha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memaknai Banten sebagai Sebuah Kewajiban

5 Juli 2022   00:03 Diperbarui: 5 Juli 2022   11:27 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumen Pribadi

Masyarakat menyayangkan tindakan pelaku hingga mencemooh pelaku akibat perbuatan penghinaan yang dilakukan. Mayoritas masyarakat tersinggung, utamanya masyarakat yang mempercayai penggunaan sesajen sebagai bentuk syukur hingga berujung pada proses hukum. Kasus seperti ini pada dasarnya disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat akan makna dari sesajen itu sendiri.

Agama Hindu membagi tiga aspek dasar yang dijadikan sebagai kerangka dasar dalam beragama. Ketiga aspek tersebut dikenal dengan nama Tattwa, Susila, dan Upacara atau Upakara. 

Tattwa membentuk pola pikir manusia tentang pemahaman filsafat agama atau Weda. Susila menggerakkan dan mengendalikan perilaku yang selaras dan harmonis. Upacara menguatkan keyakinan terhadap Tattwa. Ketiga aspek tersebut saling terintegrasi dan bersinggungan satu sama lain. 

Seluruh rangkaian upacara pada dasarnya dilandasi oleh susila sedangkan susila dilandasi oleh tatwa, sehingga pelaksanaan upacara tidak terlepas dari tatanan tatwa sebagai pedoman dasar. Guna terciptanya tiga kerangka dasar agama Hindu yang seimbang, agama mengajarkan untuk selalu berpedoman pada tiga penyebab kesejahteraan atau yang dikenal dengan Tri Hita Karana. 

Tri Hita Karana merupakan ajaran yang bersifat universal dengan berpedoman pada keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, keharmonisan antara manusia dengan manusia, serta keharmonisan antara manusia dengan lingkungan sekitarnya. 

Upacara menjadi hal pertama dalam mewujudkan Tri Hita Karana yang seimbang serta menjadi tolak ukur kematangan Tattwa dan Susila seseorang. Kata Upacara berasal dari Bahasa sansekerta yaitu "Upa" yang artinya sekeliling dan "Cara" yang berarti gerak atau aktifitas. 

Upacara merupakan gerakan sekeliling kehidupan manusia dalam upaya mendekatkan diri dengan Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa. Dalam proses mendekatkan diri kehadapan Tuhan diperlukannya sarana sebagai jembatan yang menghubungkan manusia dengan Tuhan. Jembatan tersebut dikenal dengan istilah Upakara atau sarana Upacara. Sarana Upacara umat Hindu di Bali pada umumnya dikenal dengan istilah banten.

Sedikit sejarah penggunaan banten sebagai sarana upacara termuat dalam lontar Markandeya Tattwa. Dijelaskan bahwa kedatangan Rsi Markandeya pertama kali ke Bali bersama pengikutnya mengalami berbagai macam rintangan hingga bencana yang terjadi sekitar abad ke 8. Tingginya angka korban jiwa yang berjatuhan memaksa beliau kembali ke Gunung Raung guna mencari petunjuk melalui jalan samadhi. 

Wahyu Tuhan hasil samadhi beliau menjelaskan bahwa kondisi tanah Bali tidak sama seperti daerah lain, sehingga harus melakukan prosesi 'pangruwatan' terlebih dahulu ketika pertama kali memasukinya. 

Wahyu tersebut beliau jalankan ketika melakukan ekspedisi kembali ke Bali untuk kedua kalinya. Beliau mengembangkan serta mengajarkan cara membuat berbagai bentuk upakara sebagai sarana upacara kepada para pengikutnya dan penduduk sekitar. 

Beliau menyarankan dua hal demi keselamatan bersama yaitu melaksanakan ritual upacara 'mendem pedagingan Panca Datu' sesuai petunjuk menggunakan sarana 'sesajen'di Pura Besakih dan setiap memasuki daerah atau tempat baru untuk keselamatan masyarakat disarankan melaksanakan ritual upacara pembersihan tanah yang akan ditempati. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun