Lambatnya pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana berdampak negatif bagi upaya pemberantasan kejahatan ekonomi di Indonesia. Dampak negatif tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
Pertama, menurunnya efektivitas dan efisiensi penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan ekonomi.
Tanpa adanya undang-undang yang secara khusus mengatur tentang perampasan aset tindak pidana, lembaga penegak hukum akan kesulitan untuk melakukan perampasan aset tindak pidana secara cepat dan tepat.
Lembaga penegak hukum akan menghadapi berbagai kendala hukum dan teknis dalam melakukan perampasan aset tindak pidana, seperti ketidakjelasan definisi aset tindak pidana, ketidaktersediaan bukti-bukti aset tindak pidana, ketidaksinkronan antara undang-undang yang berlaku dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta ketidaksesuaian antara kewenangan lembaga penegak hukum dengan kewenangan lembaga lain yang terkait dengan perampasan aset tindak pidana.
Kedua, meningkatnya kerugian negara dan masyarakat akibat kejahatan ekonomi. Tanpa adanya undang-undang yang secara khusus mengatur tentang perampasan aset tindak pidana.
Tanpa adanya undang-undang yang secara khusus mengatur tentang perampasan aset tindak pidana, negara dan masyarakat akan kesulitan untuk mengembalikan aset yang berasal dari hasil kejahatan ekonomi.
Aset-aset tersebut dapat berupa uang, barang, hak, atau kepentingan ekonomi lainnya yang memiliki nilai ekonomis.
Aset-aset tersebut dapat digunakan oleh pelaku kejahatan untuk membiayai kegiatan kejahatan lainnya, menyembunyikan aset lainnya, atau menikmati gaya hidup mewah.
Aset-aset tersebut juga dapat berpindah tangan ke pihak lain yang tidak berhak atau tidak diketahui oleh lembaga penegak hukum.
Akibatnya, negara dan masyarakat akan kehilangan sumber pendapatan dan potensi pembangunan yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
Ketiga, menurunnya kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum dan pemerintah dalam pemberantasan kejahatan ekonomi.