Apa tantangan dan solusi yang dapat dilakukan untuk mempercepat pengesahan RUU ini?
Artikel ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Penyebab Lambatnya Pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana
Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan lambatnya pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana.
Pertama, kurangnya kesadaran dan pemahaman dari berbagai pihak terkait pentingnya RUU ini bagi pemberantasan kejahatan ekonomi di Indonesia. Banyak pihak yang masih menganggap bahwa perampasan aset tindak pidana hanya merupakan bagian dari sanksi pidana tambahan yang tidak terlalu penting dibandingkan dengan sanksi pidana pokok berupa penjara atau denda
Kedua, adanya kepentingan politik dan ekonomi dari sebagian elit politik dan pejabat negara yang merasa terancam dengan RUU ini. RUU ini dapat mengancam kekayaan dan kekuasaan mereka yang diduga berasal dari hasil kejahatan ekonomi.
Mereka dapat melakukan berbagai cara untuk menghambat atau menggagalkan pembahasan RUU ini, seperti melakukan lobi-lobi politik, menekan lembaga penegak hukum, atau bahkan mengintimidasi para pendukung RUU ini.
Ketiga, adanya perbedaan pandangan dan pendapat antara pemerintah dan DPR mengenai substansi dan urgensi RUU ini. Pemerintah dan DPR memiliki pandangan yang berbeda mengenai ruang lingkup aset yang dapat dirampas, prosedur perampasan aset, kewenangan lembaga yang melakukan perampasan aset, serta mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan aset yang dirampas.
Selain itu, pemerintah dan DPR juga memiliki prioritas yang berbeda dalam menentukan agenda pembahasan RUU ini.
Keempat, adanya keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran yang dimiliki oleh lembaga penegak hukum dalam melakukan perampasan aset tindak pidana.
Lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, KPK, PPATK, dan lain-lain membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten dan profesional dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan, dan eksekusi perampasan aset tindak pidana.
Selain itu, lembaga penegak hukum juga membutuhkan anggaran yang cukup untuk mendukung operasional perampasan aset tindak pidana, seperti biaya penyitaan, penyimpanan, pengamanan, pengelolaan, dan pemanfaatan aset yang dirampas.