Saling bunuh satu sama lain. Inilah cinta di mata dunia. Sebuah ketertarikan yang dibesar-besarkan menjadi cinta. Karena awal dari cinta tersebut hanya pada ketertarikan duniawi semata yang akhirnya terjadilah keterikatan yang semakin ketat..., semakin ketat.., dan semakin erat mengikat yang bersangkutan sehingga ia tidak lagi mampu mengenali diri sejatinya dan tidak bisa bergerak sama sekali untuk mau mengarahkan dirinya ke jalan spiritual.
Keterikatan menimbulkan amarah. Kemarahan muncul diawali perenungan pada obyek-obyek indria, lalu secara perlahan-lahan ikatan terhadap obyek-oyek indria menjadi berkembang. Dari keterikatan pada objek-objek indria berkembanglah hawa nafsu, dan dari nafsu kemudian timbullah amarah.Â
Selanjutnya dari amarah, timbullah khayalan, dan akhirnya khayalan menyebabkan ingatan bingung. Bila ingatan bingung, kecerdasan akan menjadi hilang lenyap, dan sesudah kecerdasan hilang lenyap maka dengan pasti seseorang akan jatuh ke dalam lautan kesengsaraan material (krodhd ... praayati).
Keterikatan kita pada hal-hal duniawi, khususnya cinta duniawi yang kita bicarakan di sini, menyebabkan timbulnya nafsu untuk memiliki yang kita cintai itu, ia bisa lawan jenis, bisa uang dan benda-benda duniawi lainnya, atau bahkan nama dan jabatan. Ketika keinginan untuk memiliki tidak tercapai maka timbullah amarah, kebencian, dan dendam. Dari sini muncullah keinginan-keinginan yang tidak wajar.Â
Orang kehilangan akal dan logikanya. Perilakunya tidak terkontrol. Ia tidak akan melihat dan tidak akan mau melihat dirinya bersalah dan/atau ambil bagian bahkan barangkali "pelaku" utama dari sebuah kejadian yang tidak menyenangkan dalam pergaulannya. Inilah yang kemudian menbawanya jatuh, menjauh dari kehidupan spiritual. Sebab, hal-hal spiritual tidak bisa dibeli dengan "aku benar kau salah".
Orang yang mampu membebaskan dirinya dari segala ikatan duniawi, termasuk rasa tidak suka, dan memiliki kesanggupan untuk mengendalikan indria-indria untuk tidak terikat pada hal-hal duniawi maka ia dapat memperoleh karunia sepenuhnya dari Tuhan.
Kewajiban orang adalah menjaga kesadaran yang seimbang terhadap datang-perginya orang, datang-perginya uang, jabatan, dan lain-lain. Ketika uang, jabatan, atau orang datang, kita cakupkan tangan disertai senyum dan hati yang tulus.Â
Ketika orang pergi, kita juga cakupkan tangan dengan senyum dan hati yang tulus pula. Barangkali hati kita terganggu, karena kita sudah lama dalam pergaulan cinta kasih dengan mereka namun ketika mereka pergi meninggalkan kita, maka sewajarnya hati merasa sedikit teriris.Â
Akan tetapi, keterikatan berlebihan tidak akan ada karena sudah diisi oleh keterikatan akan kasih Tuhan yang Maha Esa. Yang lain selain Tuhan tidak bisa lagi mengambil keterikatan tersebut.
Maharesi Cakya menekankan bahwa cinta duniawi yang tidak terkontrol bisa mendatangkan kedukaan. Di mana ada cinta di sana ada ketakutan, cinta adalah tempat bagi kedukaan, dan cinta juga yang merupakan permulaan dari segala kedukaan. Oleh karena itu, tinggalkanlah segala kecintaan itu dan mantaplah dalam kesukaan.Â
Disebutkan, bandhya ... kraam bandha-mokayo, pikiran yang amat terikat pada obyek kepuasan menyebabkan ikatan, dan pikiran yang tidak begitu terikat pada obyek kepuasan menyebabkan pembebasan. Artinya, pikiranlah yang menyebabkan manusia terikat dan pikiran pula yang menyebabkan manusia mencapai pembebasan.