Mohon tunggu...
Ilyas Syatori
Ilyas Syatori Mohon Tunggu... Lainnya - Pemuda Desa

Kadang menulis, kadang berkebun, lebih banyak tidur.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pendulum Kapitalisme dan Sikap Intelektual Muslim Kita (Bag-1)

11 Mei 2022   19:44 Diperbarui: 11 Mei 2022   20:34 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source From www.Izquotes.com

Industri dalam tiga dasa warsa ini berkembang begitu masif diseluruh lapisan masyarakat baik teknologi, informasi, dan jasa. Mulai dari perkembangan teknologi industri pabrikan yang berorientasi robotik maupun AI (Artificial Intellegence) hingga pesatnya perkembangan industri informasi yang berpusat pada gawai (SmartPhone) yang menggejala di seluruh lapisan masyarakat baik urban ataupun rural.

Fenomena ini merupakan implikasi telah mulainya babak baru mode produksi kapitalis yang semakin mapan mencekeram dunia dengan wajah baru yang disebut Neo-liberal atau juga biasa disebut sebagai globalisasi.

Ditandai dengan ledakan produksi yang berorientasi ekspor pada dekade 90-an di kawasan Asia Timur dan Eropa Barat menjadikan hasil produksi dua kawasan tersebut sebagai produk global yang dikonsumsi masyarakat dunia. Sekat-sekat negara-bangsa, kesukuan, agama niscaya menjadi kabur oleh sebab penetrasi pasar global. 

Pada akhirnya masyarakat dunia dengan segala akar budaya-historisnya yang majemuk menjadi general (reduksi) sebagai warga dunia dengan pola konsumsi yang relatif sama.

Hal ini senada dengan pendapat E. Meiksins Wood bahwa bentuk paling mapan dari sistem kapitalisme tidak hanya terbatas pada kalangan urban saja melainkan seluruh lapisan masyarakat yang mampu dikomoditaskan. 

Wood membuat segregasi antara pusat perdagangan (kota) dengan sistem kapitalisme oleh sebab sejarah membuktikan bahwa awal revolusi industri Inggris di satu sisi menjadikan desa sebagai satelit bahan pokok produksi dan di sisi lain menghendaki fenomena urbanisasi masyarakat desa sebagai tenaga kerja industri akibat pengkaplingan tanah-tanah garapan petani desa oleh para pemodal yang dilegitimasi undang-undang Inggis.

Artinya, proyek neo-liberal yang menjadi bentuk paripurna kapitalisme menghendaki penetrasi hegemoninya ke dalam seluruh lapisan masyarakat dunia dengan berbagai cara.

Tulisan ini berusaha memaparkan secara sederhana kelindan krisis yang dialami masyarakat dalam waktu dekat ini dengan beragam respons kaum intelektual muslim kita terhadap problem tersebut dalam dua bagian. bagian pertama, yang Anda baca saat ini berusaha memberi pengantar singkat terhadap krisis dan dilanjutkan pada bagian kedua dengan memaparkan sikap intelektual muslim kita.

Petaka Neo-Liberal

Ketika masyarakat semakin kokoh sebagai sebagai satu entitas warga dunia  dengan variabel konsumsi akibat intervensi pasar bebas, Marshall McLuhan mengistilahkan ini sebagai Desa Besar atau Global Village, maka hal ini memunculkan beberapa problem yang sangat serius dihadapi dunia hari ini. 

Neo-liberal sebagai acuan kemajuan umat manusia global saat ini meniscayakan adanya beberapa problematika multidimensional seperti ketimpangan kekayaan, kerusakan lingkungan, kemiskinan, dlsb. Hal inilah yang kemudian kita definisikan sebagai krisis kapitalisme.

Dalam banyak kasus, alih-alih sistem yang diyakini mampu menampilkan wajah homogen warga dunia sebagai entitas tunggal pada kenyataannya justru menunjukkan pola kebalikannya, meskipun banyak ekonom meyakini sistem neo-liberal sebagai satu-satunya jalan menuju kemakmuran.

Yang lebih mengejutkan lagi bahwa krisis ini lebih parah menjangkiti negara berkembang atau dunia ketiga yang menerima begitu saja promosi neo-liberal daripada negara adidaya asal sistem ini seperti Eropa Barat dan Asia Timur.

Kapitalisme laiknya sebuah pendulum, sistem ini sebagai bola yang bergerak ke kanan-kiri dengan menyisakan krisis. Di satu sebagai kemiskinan dan sisi lainnya sebagai krisis ekologi. Pendeknya, seluruh gerakan dari pendulum ini hanya sebuah krisis.

Lalu, yang manjadi pertanyaan untuk saat ini adalah apa sebab sistem ekonomi kapitalisme neo-liberal membawa krisis multidimensi terlebih di negara berkembang seperti Indonesia?

Pangkalnya adalah paradigma yang saling berkelindan antara mode produksi kapitalis dan dukungan sistem ekonomi politik suatu negara. Dalam faktor mikro setidaknya mode produksi kapitalis memiliki lima ciri seperti yang dikemukakan oleh Ernest Mandel.

Pertama, ditingkat produksi, corak kapitalis adalah produksi komoditas, untuk meraih keuntungan yang sebesar besarnya. Kedua, produsksi dilandasi kepemilikan pribadi. Ketiga, produksi dioperasinalkan dalam rangka meraih mengusai pasar yang berada dibawah kendali persaingan dan monopoli. 

Keempat para kapitalis berupaya meraup keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara mengupah buruh serendah-rendahnya. Kelima, Tujuan terakhir dari porduksi adalah akumulasi kapital.

Kemudian dalam faktor kebijakan negara mengacu pada paradigma teori yang di kemukakan oleh Adam Smith dan W.W Rostow tentang perkembangan dunia yang kapitalistik dan modern sebagai muara pembangunan global pasca perang dingin antara Amerika dan Rusia. 

Kedua pakar inilah yang mewarnai dinamika pembangunan global saat ini, melalui institusi negara, yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat, liberalisasi aset, reduksi intervensi negara (diserahkan kepada pasar), dan  proletarisasi sebagai variabel menuju masyarakat modern.

Negara, dalam konteks ini, dilucuti peran otonominya sebagai regulator sekaligus investor penentu arah pembangunan. Sebagai bentuk kongkritnya negara di paksa mengarus pada kebijakan badan moneter dunia seperti IMF dan World Bank ketika menginginkan pinjaman moneter untuk pembangunan negaranya. 

Dalam hal ini lembaga tersebut menginginkan negara membuat-restrukturasi regulasi yang berpihak pada pasar global seperti yang telah disebutkan diatas. Alih-alih membangun dengan kesadaran pemerataan dengan prinsip keadilan dan keberlanjutan lingkungan.

Sistem buruk neo-liberal yang dilegitimasi oleh regulasi negara ini pada akhirnya membawa pada krisis-krisis yang menimpa masyarakat luas akhir-akhir ini seperti angka kemiskinan yang terus naik terlebih di masa pandemi ini dan krisis ekologi.

 Adapun problem ekologi yang menggejala diseluruh bagian dunia, umumnya terjadi di dunia ketiga, tempat dimana perusahaan besar memproduksi dan mengambil bahan baku dari produknya. Dengan tujuan akumulasi kapital dan mendapat bahan baku murah, kemudian didukung pemerintahan korup maka eksploitasi besar-besaran oleh perusahaan multi-nasional terhadap alam dunia ketiga tidak terkendali. 

Akibatnya, kondisi alam rusak serta membawa petaka pada kebencanaan yang dalam beberapa tahun ini terus terjadi di Indonesia.

Banjir menenggelamkan Kalimantan-Jawa, Kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan, tanah longsor, abrasi akibat naiknya permukaan air laut di pesisir pulau Jawa, tenggelamnya daerah Jakarta dalam 10 tahun yang akan datang, kekeringan banyak terjadi, dslb. 

Adalah sebagian potret dari efek rusaknya alam di Indonesia akibat ulah industri besar yang rajin meng-eksploitasi alam Indonesia dengan upaya minim restorasi, reboisasi, ataupun reklamasi.

Fakta-data dari riset yang dilakukan oleh Jurnalis, NGO maupun akademisi menunjukkan bahwa, dalam konteks Indonesia, sejak dibukanya kran liberalisme era Orba telah terjadi eksploitasi besar-besaran alam Indonesia. Bisnis Ekstraksi pengelolaan hasil hutan di Indonesia sampai dengan awal tahun 1980-an dijual dalam bentuk kayu gelondongan (log) dengan jumlah mencapai lebih dari 70% total hasil kayu.

Pendapatan Indonesia dari penjualan kayu log tersebut mencapai 6 juta US dolar pada tahun 1966 dan bertambah menjadi 564 juta US dolar pada tahun 1974, di penghujung tahun 1979 mencapai 2,1 miliar US dolar atau 350 kali lipat sejak sebelas tahun sebelumnya.

Eksploitasi hutan dengan masifnya penerbitan HGU kepada pengelola yang umumnya swasta besar (korporat) terus terjadi hingga hari ini dengan variasi kepentingan industri seperti perkebunan, pertambangan, dlsb. Total sejak era Soeharto hingga Jokowi hari ini HGU yang diterbitkan pemerintah sejumlah 5.431.651 ha atau empat kali lipat luas pulau Jawa.

Sedangkan kemiskinan merupakan efek pasti dari sistem kapitalisme sejak sistem ini menemukan momentumnya pada revolusi industri di Inggris abad-18 lalu. 

Mansour Fakih berpendapat bawa kemiskinan dan ketimpangan ekstrim yang menggejala di seluruh lapisan masyarakat saat ini sama halnya seperti yang terjadi pada saat tahap awal kapitalisme oleh sebab pembangunan dan insutrialisasi.

Ia menyatakan bahwa sistem ini bagi dunia ketiga sama halnya dengan penjajahan kolonialisme, bentuknya saja yang berbeda namun fungsinya tetap sama.

Alih-alih memberi kelayakan dari kerja sebagai buruh yang terserap proyek industrialisasi, dari awal revolusi industri jilid 1 sampai kini yang telah sampai 4 sosok buruh adalah pekerja yang paling rentan terhadap kemiskinan. 

Hal ini dibuktikan dengan beberapa variabel pengukur seperti sebagian besar dari buruh saat ini masih dibayar dengan murah (underpaid), waktu kerja di luar batas normal (overtime), kerja berlebih (overwork), tidak memiliki perlindungan sosial, ketiadaan jaminan pendapatan layak dalam jangka panjang, dan hak berserikat yang dilucuti. 

Bahkan Fred Magdoff menganggap pengangguran adalah pendulum dari sistem produksi kapitalisme agar selain bisa terus mengakumulasikan keuntungan juga bisa mendapat tenaga kerja dengan upah murah.

Mengacu pada pandangan ini maka perlu diperhatikan bahwa sejak awal revolusi industri di Inggris, konstitusi negara melegitimasi kapitalis untuk menjadikan masyarakat teralienasi dari sistem produksi pribadi yang sebelumnya petani atau nelayan (integral dengan sistem produksi sendiri) kemudian dipaksa menjadi pekerja sektor industri yang rentan kemiskinan.

Fenomena ini juga terjadi di Indonesia seperti yang telah dikemukakan oleh Dede Mulyanto dalam risetnya yang menujukkan bahwa di Indonesia, khususnya Jawa, tanam paksa untuk memaksimalkan daerah jajahan dengan pengalihan produksi asli petani menjadi tebu untuk kebutuhan ekspor pada tahun 1830-1870. 

Juga pemaksaan bedol desa untuk sektor industri perkebunan dan pertambangan kian masif. Dede, mengutip Marx, menyatakan bahwa industrialisasi pada masa kolonial ini sangat masif dan gencar. Banyuwangi adalah salah satu Provinsi kala itu yang menurut sensus tahun 1780 berjumlah penduduk 80.000 jiwa dan pada tahun 1811 hanya tersisa 18.000 jiwa.

Hingga saat ini, seperti yang disebut Fakih, sistemnya masih sama namun hanya berbeda bentuknya adalah fenomena ekonomi industri gigs yang menyerap banyak pekerja yang sarat akan eksploitatif, tidak adil, dan rentan. Industri ini beroperasi dalam bidang jasa layanan antarbarang, antarmakanan, dan antarpenumpang dengan perusahaan seperti Grab, Gojek, Maxim, dan Shopeefood.

Indonesia sendiri, ada 4,55 persen dari total tenaga kerja produktif, atau sekitar 5,89 juta orang yang pada tahun 2019 bekerja sebagai pekerja gig, dan diperkirakan akan terus mengalami tren kenaikan setiap tahunnya. Di perusahaan platform Gojek saja, pada pertengahan 2021, total ada 2 juta pengemudi ojek online yang terdaftar sebagai mitra Gojek.

Lalu yang jadi pertanyaan untuk saat ini adalah bagaimana dan dimana posisi intelektual muslim kita dalam memahami dan merepons realitas yang begitu mencekam kita sebagai rakyat yang mencari suaka aman dibawah bayang-bayang krisis?

krisis multidimensi yang menunggu kita, jika sebagai kaum yang berprevilese, untuk terjun terjungkal atau terbang dengan menyisakan krisis yang lebih besar. Atau ada alternatif lain? Kita akan menanyakannya pada bagian dua dalam tulisan ini karena Indonesia memiliki segudang Intelektual muslim.

*Tulisan ini pertama kali terbit di Website NusantaraPedia Journal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun