Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

BKT Tercemar Parah, Anies Diam Saja?

23 Maret 2018   13:44 Diperbarui: 23 Maret 2018   14:36 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar: metro.tempo.co)

Sudah beberapa hari ini lihat berita TV betapa parahnya pencemaran di Banjir Kanal Timur (BKT) Jakarta. Busa sangat tebal dan luas, berbau menyengat. Dan jika angin kencang bertiup busa busa itu beterbangan menerpa wajah warga. Gatal gatal katanya.

Yang saya herannya, kok gak ada tindakan ya? Padahal udah berhari hari nih kejadiannya. Pemprov DKI, Anies, Sandi, TGUP, SKPD, dstnya pada kemana yak?

Dan ini bukan yang pertama. Busa busa itu indikator pencemaran berat yang terjadi di BKT. 

Darimana asal busa-busa itu? Jika ditelusuri, ada 3 faktor mengapa pencemaran itu bisa terjadi dan akan terus terjadi jika tidak diatasi:

1. Jakarta tidak memiliki IPAL (instalasi pengolahan air limbah) yang memadai untuk mengatasi limbah tersebut.

Sumber limbah bisa berasal dari limbah rumah tangga dan limbah pembersih pabrik, bisa jadi juga usaha laundri yang berkembang pesat akhir akhir ini.

Kalau limbah rumah tangga kemana perginya? Got, sungai, BKT, laut? Jika perumahan vertikal, pengelolaan limbah sudah bisa dilakukan oleh pengelola apartemen, rusun. 

Malah sudah bisa diolah dengan teknik tertentu sehingga bisa sebagai air untuk pembersih taman, misalnya. Ini juga perlu pengawasan, karena khawatirnya beberapa pengelola pemukiman vertikal belum patuh.

Tetapi bagaimana dengan pemukiman horizontal warga, apalagi daerah padat? Apakah ada pengumpulan limbah ini untuk diolah sebelum masuk sungai? 

Begitu juga usaha yang intens memakai deterjen seperti laundri, pemerintah harus menyiapkan IPAL yang memadai untuk pengolahan limbahnya. 

2. Ketidakpatuhan pelaku usaha dalam membuang limbah pabrik langsung ke sungai. Ini juga pemerintah hrus tegas, pabrik menengah-besar harus punya sistem IPAL sendiri. Kalau tidak bisa kena denda hingga penutupan pabrik.

3. SNI deterjen mensyaratkan 80% sabun deterjen harus bisa terurai oleh lingkungan. Khawatirnya tidak ada pengawasan mengenai kandungan deterjen, sehingga masih memakai zat aktif yang tidak bisa terurai oleh lingkungan.

Yang jelas masalah ini tidak bisa diatasi hanya pembersihan di hilirnya. Harus ada upaya sistem dihulunya, penegakan hukum dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai dampak limbah yang dibuangnya, termasuk pilihan pilihan produk yang tidak mencemari lingkungan.

Ya sudah gitu aja. Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun