Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Jokowi & Amanat UU Pangan

2 Maret 2015   23:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:15 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_400531" align="aligncenter" width="491" caption="Ragam Padi Lokal di Festival Desa. Foto by Nurul"][/caption]

Di saat harga beras yang masih melambung sekarang ini, yang paling memprihatinkan adalah kondisi Indonesia yang status gizinya masih parah. Beberapa daerah, bahkan termasuk daerah kurang gizi hingga gizi buruk, dengan harga beras yang menjulang. Seperti NTT, di sini harga beras bisa mencapai Rp 14.000, karena harus didatangkan dari Jatim dan Sulsel, sementara kondisi cuaca yang buruk menghalangi kiriman pasokan tersebut. NTT termasuk provinsi dengan rawan gizi tertinggi, hampir 40%, dan salah satu sumber gizi, karbohidrat berasal dari beras.

Mengapa beras? Mengapa NTT yang sulit ditanami padi harus bergantung pasokan karbohidratnya dari beras? Yup, inilah salah satu hasil penyeragaman orde baru, di mana sumber pangan masyarakat yang beraneka ragam diarahkan ke beras. Sudah ada sih, beberapa aktivis pangan lokal yang berupaya mengembalikan ke sumber lokal yang bisa ditanam di NTT, walau jauh dari memadai.

Selain itu, di saat harga beras menjulang sekarang ini, kembali pihak pemerintah saling silang pendapat mengenai sumber permasalahannya. Emang leading sector masalah ini siapa sih? Otoritas kompeten yang bisa mengurusi masalah beras dan/atau kebutuhan pokok lainnya dari A hingga Z?

Padahal jika saja Jokowi mengacu kepada UU Pangan, maka permasalahan pokok menyangkut beras hingga masalah diversifikasi pangan, bisa segera diatasi.

UU Pangan no.18 tahun 2012 ini sudah sangat lengkap mengatur masalah kemandirian, kedaulatan dan ketahanan pangan, hingga diversifikasi pangan. Termasuk pengembangan dan promosi pangan lokal. Sayang, seharusnya setahun setelah diundangkan, sudah ada peraturan turunan yang bersifat teknis mengatur tata kelola kebutuhan pokok, termasuk beras.

Beberapa amanat di UU Pangan ini yang seharusnya segera diimplementasikan adalah:

1. Adanya Lembaga Pemerintah yang mengatur Pangan. Di dalam Bab XII mengenai Kelembagaan Pangan, pasal 126 - 129 UU Pangan disebutkan, dalam hal mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan ketahanan pangan nasional, dibentuk lembaga Pemerintah yang menangani bidang Pangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja lembaga Pemerintah sebagaimana dimaksud diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP). Hingga kini PP tersebut belum ada.

Jika Jokowi berat membentuk lembaga baru, bisa saja lembaga yang sudah ada diberdayakan lebih tajam kepada fungsi-fungsi sesuai dengan amanat UU Pangan tersebut. Misalnya keberadaan Badan Ketahanan Pangan, yang selama ini mungkin hanya mengenai ketahanan pangan (itu pun sudah hampir gak kedengaraan kiprahnya) dan kurang memiliki otoritas yang memadai soal pengelolaan pangan menyeluruh, bisa diarahkan ke fungsi Lembaga Pangan yang dimaksud. Tentu apa pun yang hendak dibentuk atau difungsikan kembali, harus ada sandaran legalnya berupa PP itu.

2. Pengelolaan tata niaga bahan kebutuhan pokok. Selama kenaikan harga beras kemarin, santer disebut oleh Mendag soal penimbunan, mafia beras, permainan harga. Sebenarnya sudah ada sanksi yang tegas dalam UU Pangan pasal 133 yang menyebutkan bahwa Pelaku Usaha dilarang menimbun, menyimpan melebihi jumlah maksimal (tertentu) dengan sanksi pidana penjara hingga 7 tahun atau denda paling banyak Rp 100 Milyar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun