Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Uniknya Sistem Pemerintahan di Swiss, Eksekutif Paling Stabil di Dunia

10 September 2014   18:11 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:06 4913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wah contoh negara Swiss tersebut mesti cocok deh jika Pilkada dipilih oleh DPRD. Gitu kali ya, sebagian orang berfikir. Jangan terburu gitu, masalahnya di Indonesia kualitas anggota dewannya itu loh, seperti apa.

Lagian setiap negara mesti bikin sendiri lah sistem yang terbaik bagi negaranya. Terkait RUU Pilkada, yang  bicara sistem ini bagus apa tidak, jangan anggota Dewan sendiri yang punya kepentingan. Misalnya Golkar. La wong Golkar kurang punya tokoh bagus, selalu menang pemilu (legislatif), tetapi jarang punya tokoh yang menang di pilkada langsung, tentu mengambil keuntungan yang besar dari sistem ini.

Berikan kajian RUU Pilkada kepada ahlinya, ahli tata negara, berdasarkan data empiris selama 10 tahun Indonesia melakukan otonomi daerah (sejak UU Otda tahun 2004). Kajian menyeluruh, termasuk apakah rakyat sudah teredukasi secara baik ketika memilih wakilnya di parlemen atau ketika memilih pemimpin? Atau pembelajaran 10 tahun ini, rakyat bisa semakin 'dewasa' dalam menyikapi pilegda & pilkada?

Kemudian, prediksi konsekuensi jika kepala daerah dipilih oleh DPRD. Akankah DPRD menjadi superbody? Kan kalau azas trias politica, yang namanya eksekutif - legislatif - yudikatif itu sejajar dan independen. Gimana mau sejajar dan independen jika yang milih kepala daerah DPRD?

Kemudian, coba opsi lain. Misalnya, gubernur dipilih langsung, otonomi daerah tidak bertumpu di Dati II, tetapi di Dati I. Karena selama ini, dati II (kabupaten/kotamadya) terlalu otonom, koordinasi sangat sulit dilakukan di tingkat daerah provinsi? Tetapi untuk menghindari DPRD Dati II menjadi 'superbody' bisa dilakukan pemilihan oleh stakeholder yang terdiri dari Kemendagri, Gubernur, DPRD Dati II, akademisi, dan perwakilan ormas.

Kalau bisa, kepala daerah tingkat II itu sistem lelang jabatan saja. Buat fit and proper test oleh stakeholder tersebut, dibuka ke publik track recordnya. Terus publik kasih masukan, terutama kalau pernah terindikasi korupsi, melanggar hukum, selingkuh (eh, hehe), dstnya.  Bisa jadi kan? Yang jelas, mau langsung, atau opsi-opsi lain, kaji dengan kepala dingin oleh ahlinya.

Ya sudah, gitu aja. Salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun