[caption id="attachment_359362" align="aligncenter" width="591" caption="BPJS (Kompas.com)"][/caption]
Jangan malas untuk mengadu, jika kita menemukan jeleknya layanan publik di sekitar kita. Begitupun jika sebagai konsumen kita melihat ada produk yang jelek, tidak terdaftar, penyesatan informasi, kudu ngadu ke otoritas kompeten yang mengawasi keberadaan barang tersebut.
Tujuan pengaduan oleh masyarakat diantaranya adalah untuk memperjuangkan haknya sebagai warga negara jika memang dirugikan, mencegah terjadinya kejadian yang sama pada orang lain, dan melalui pengaduan tersebut diharapkan pihak yang diadukan bisa meningkatkan kualitas layanannya.
Sebenarnya dengan adanya UU Pelayanan Publik tahun 2009 dan keluarnya Peraturan Presiden no.76 tahun 2013 mengenai Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik, hak warga untuk mengadukan kualitas layanan publik yang dialaminya dan kewajiban otoritas terkait untuk menindak lanjutinya.
Sayang, banyak unit kerja kementrian, apalagi di daerah yang belum memiliki akses pengaduan langsung ke masyarakat. Hanya beberapa yang memiliki, itupun kadang tidak sampai penegakan hukum yang membuat pelanggar yang diadukan jadi jera. Kadang hanya diberikan surat peringatan. Seperti beberapa kasus pengaduan telekomunikasi. Pihak pemerintah suka 'kalah' oleh maunya provider.
Jika tidak ditanggapi atau diseriusi, sekarang ini warga juga bisa menggalang kekuatan dengan cara membuat petisi. Bisa melalui change.org, yang saya lihat lumayan bisa merubah kebijakan yang jelek jadi baik. Atau bisa juga dengan cara memboikot ataupun menyebarkan 'jeleknya' pelayanan suatu instansi, jika dianggap tidak ada tindakan nyata terhadap pengaduan layanan tersebut. Yups jika secara hukum terlalu lelet atau dicuekin, sanksi sosial melalui media sosial, citizen journalism harus digalakkan.
Yang penting, tentu pengaduan kita dilengkapi dengan data dan fakta yang sahih. Jujur, beneran dialamin, jangan ngarang.
Dan menghadapi pengaduan, otoritas terkait bisa memilah apakah pengaduan bersifat sistemik, berarti terkait dengan regulasi yang tidak tegas atau tidak melindungi, dan apakah hanya terkait layanan yang bersifat operasional atau parsial, yang bisa diperbaiki dengan memperbaiki kualitas teknis pelaksanaannya dan/atau SDM nya. Bahkan, jika ingin terjadi komunikasi yang blak-blakan, suatu badan usaha bisa mengadakan temu pelanggan (bukan sekedar ketemu cekakak cekikik loh), tetapi untuk memperjelas bagaimana kedua pihak saling meningkatkan kepercayaan terhadap otoritas/badan usaha tersebut.
Nah, untuk mempermudah temen semua jika memang mengalami buruknya suatu layanan, kebetulan ini tak kumpulin beberapa akses pengaduannya. Semoga bermanfaat!
No
Tipe Pengaduan
Otoritas Kompeten/BUMN
Akses Pengaduan
1
Kesehatan/BPJS
BPJS
(021) 500 400
2
Keuangan: Leasing (Asuransi), Perbankan (Kartu Kredit, KPR, dsb
OJK (Otoritas Jasa Keuangan)
(021) 500 655
3
Obat, Pangan (Kemasan), Kosmetik
Halo POM: (021) 500 533
SMS : 08121 9999 533
Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK):
Telp: (021) 426 3333
Email: ulkp@pom.go.id
4
Keamanan, kriminalitas
Kepolisian RI
Call Center: 110
5
Korupsi
KPK
Email: pengaduan@kpk.go.id
Telp : (021) 2557 8389
SMS : 0855 9 575 575 atau 0811 959 575
6
Telekomunikasi (nakalnya provider, akses lelet, dstnya)
BRTI (Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia)
Call Center : 159
Email: info@brti.or.id
BUMN
7
Listrik
PLN
Call Center : 123
8
Kereta Api
PT. KAI
Call center: 121
Email: kontak_pelanggan@kereta-api.co.id
9
BBM, LPG
Pertamina
Halo Pertamina : (021) 500 000
Ya sudah, gitu aja. Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H