"Ah ternyata aku nggak salah orang. Dan kamu juga masih mengenaliku. Syukurlah." "Kuliah di sini juga?" lanjutku lagi.
"Nggak Sa, aku kerja di sini. Ya udah aku duluan ya."
"Ehh hmm kerja?" tanyaku gelagapan. "Iya..iya silahkan Kres." Lagi-lagi ucapanku nampak gelagapan
Kresna meninggalkanku berdiri sendirian di bawah pohon besar yang tidak aku tahu namanya ini. Bersama kertas-kertas yang kini aku dekap erat. Takut angin sore yang masih ada ini menerbangkannya lagi. Kresna tidak kuliah di sini? Lalu katanya dia bekerja di sini? Kerja apa? Bukannya dia hanya lulusan SMA. Apa yang anak lulusan SMA bisa kerjakan di kampus ini.
Semua tanyaku ini berkeliaran di kepalaku. Aku harap secepatnya aku menemukan jawaban. Tapi satu hal yang pasti hatiku tersenyum kembali setelah sekian lama tidak. Akhirnya aku dapat menulis sajak kembali setelah bertemu Kresna. Karena mulai saat ini aku akan melihatnya setiap hari. Karena mulai saat ini tak perlu lelah mencari Kresna kemana-mana lagi. Karena ternyata selama ini dia ada di dekatku. Hanya saja waktu baru sempat mempertemukanku dengannya lagi.
Biar biar saja aku simpan dan tuangkan semua rasaku di dalam sajak-sajak untuk Kresna. Bahkan Onah tak perlu tahu alasan di balik aku yang terus menyanyikan lagu yang sama sepanjang hari dari pagi hingga pagi lagi. Bahkan aku siap menantikan hari-hari esok. Kira-kira apa yang akan terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H