Minim Koordinasi
Pernyataan para pejabat publik yang berbeda-beda dalam satu perkara di waktu yang bersamanan ini menunjukkan kurangnya koordinasi antarlembaga pemerintah. Namun, jika kita berpegang pada pernyataan presiden, tampak bahwa tambahan impor dilakukan bukan karena stok kurang, melainkan untuk menurunkan harga beras.
Dikutip dari laman Sekretariat Kabinet (13-10-2023), Jokowi mengatakan, "Cadangan di Bulog 1,7 (juta ton) dan akan datang lagi kira-kira 500, 600 ribu ton. Artinya cadangan pangan kita kondisinya aman, tapi memang kita tetap butuh beras ini juga untuk masuk ke pasar agar harga bisa turun sedikit demi sedikit."
Rencana  impor beras ini mendapatkan penentangan dari para ahli. Guru Besar IPB yang juga Ketua Umum Asosiasi Benih dan Teknologi Tani Indonesia, Dwi Andreas memandang keputusan pemerintah untuk impor beras pada akhir tahun 2023 tidak diperlukan. Produksi beras 2023 turun sebesar 3,5% atau 1 juta ton. Kekurangan ini akan dicukupi oleh impor di awal tahun srbesar 1,7 juta ton, logikanya impor tidak diperlukan.Â
Masih menurut Dwi, jika impor beras tetap dilakukan, akan berdampak buruk bagi petani. Pasalnya petani  saat ini baru menikmati harga jual beras yang baik. Jika pakar di bidang pangan ini berpendapat demikian, lantas apa alasan pemerintah masih ngotot impor beras lagi?
Jaminan Pangan
Naiknya harga beras sangat berefek pada kehidupan masyarakat. Hal itu karena 98,5% orang Indonesia makanan pokoknya adalah beras. Oleh karenanya, ketika ada kenaikan harga beras, efek buruk menimpa rakyat.
Pemerintah sebagai lembaga pengurus urusan rakyat wajib mewujudkan jaminan ketersediaan beras dengan stok yang mencukupi dan harga yang terjangkau.  Harus digindarkan kondisi  dimana stok cukup, tetapi ditimbun oleh pengusaha nakal dan harganya mahal.Â
Sayangnya, jaminan ketersediaan pangan itu tidak diwujudkan oleh penguasa hari ini. Hal ini tidak lepas dari sistem kapitalisme yang dianut Indonesia sehingga negara berlepas tangan dengan menyerahkan urusan pemenuhan hajat rakyat pada mekanisme pasar, yang artinya pada swasta sebagai pemain di pasar.
Dalam sistem Kapitalis  negara hanya berperan sebagai regulator,  dalam hal ini membuka dan menutup portal impor. Apalagi keputusan impor itu  bukan untuk kepentingan rakyat ataupun petani, tetapi para pengusaha yang mengeruk untung dari impor. Inilah yang terjadi ketika ekonomi dibangun dengan standar kapitalisme.
Islam Menjamin Kedaulatan Pangan