Mohon tunggu...
Ilma Susi
Ilma Susi Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Islam Rahmatan Lil Alamin

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Religious Calling Versi Moderasi Beragama, Upaya Pengebirian Terhadap Islam

10 Oktober 2023   20:53 Diperbarui: 10 Oktober 2023   21:01 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mitra yang ideal untuk menjalankan proyek ini adalah muslim dari  komunitas umat Islam yang akan bekerja untuk kepentingan Amerika. Direkrutlah tokoh-tokoh muslim yang memiliki keinginan memodernkan dan mereformasi Islam sesuai perubahan zaman. Ide ini, lantas dikenal sebagai Islam moderat.

Dalam perkembangannya, penyebaran ide Islam moderat tidaklah mulus. Dakwah mereka mendapatkan penentangan dari sebagian kaum muslimin yang mengetahui apa dibalik strategi licik AS. Karenanya program ini  dikemas seolah merupakan program negara untuk seluruh umat beragama dengan nama moderasi beragama. Sunnguh jemasan racun berbungkus madu.

Moderasi beragama memang diemban oleh penguasa, bahkan  masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Moderasi beragama juga menjadi amanah bagi Menteri Agama. Karena itulah Kemenaggiat mengaruskan program bahkan menjadi salah satu prioritas Kemenag tahun 2021, (Kemenag, 01/05/21).

Moderasi Beragama Gagal?

Keluarnya Perpres 58/2023, memberikan gambaran bahwa pelaksanaan moderasi beragama tak selancar sebagaimana diharapkan. Moderasi tidak bisa menjadi religious calling atau panggilan semangat keagamaan bagi muslim. Hal ini karena ruh dari moderasi beragama adalah pluralisme beragama dan sekularisasi, suatu hal yang ditentang oleh sebagian besar umat Islam.

Secara praktis, ide ini digencarkan secara massif pasca kekalahan Ahok dalam Pilkada Jakarta. Tuduhan penggunaan politik identitas saat itu terus digaungkan, disertai berbagai tuduhan bahwa umat Islam radikal berada di balik kemenangan Anies Baswedan.

Saat ini, menjelang tahun politik 2024, ada kekhawatiran serupa dari pihak yang dulu mendukung Ahok. Moderasi beragama yang telah digulirkan, tampak tidak mampu meredam apa yang mereka sebut sebagai politik identitas. Maka keluarnya Perpres 58/2023 merupakan upaya untuk mengatasi berbagai gejolak di masyarakat yang tak kelar dilakukan dengan program moderasi beragama.

Pasca keluarnya Perpres ini, sangat mungkin jadi kita disuguhi berbagai kebijakan moderasi yang akan mencegah umat untuk menggunakan agama dalam politik, dan menjauhkan politik dari praktik keberagamaan.

Meniscayakan Sekularisasi

Perpres 58/2023 dengan indikator keberhasilan program  komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan ramah terhadap budaya menggambarkan nilai-nilai sekularisme yang kuat. Komitmen kebangsaan mengharuskan untuk  meninggalkan komitmen beragama, yakni keterikatan kita kepada hukum-hukum Allah.

Toleransi diukur dengan tingginya sikap menghargai perbedaan, yang diarahkan pada pluralisme, yakni merelatifkan kebenaran semua agama, termasuk Islam. Padahal seorang muslim wajib terikat dengan hukum-hukum agamanya dan menjadikan agama sebagai standar bagi pemikiran dan perbuatannya.  Karena itu seorang muslim tulen tidak akan bisa menjadi seorang sekuler. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun