pandemi telah usai, darurat Covid telah berakhir. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi mencabut status darurat pandemi Covid-19 pada 5 Mey 2023. Pencabutan ini menandai berakhirnya status pandemi dan beralih menjadi status endemi, wabah berskala lokal atau sebatas satu wilayah negara. Konsekuensinya, Â setiap negara diberi keleluasaan mambuat kebijakan berkait penanganan atas ancaman virus Covid-19 di negaranya masing-masing.
Agaknya kasusMeski status darurat Covid-19 telah usai, ancaman virus Covid nyata masih mengintai. Pencabutan status darurat bukan berarti virus telah melenyap. Hal itu mengingat terjadinya  peningkatan kasus aktif Covid dalam sepekan di negeri ini.
Pandemi  Covid-19 yang mendunia  telah tterjadi mengakibatkan melayangnya nyawa tak kurang  dari tujuh juta orang di bumi. Pandemi juga melumpuhkan perekonomian dan menyeret jutaan orang ke dalam lembah kemelaratan.
Bagaimana Kondisi Indonesia?
Seperti diketahui kasus pertama kali Covid-19 di Indonesia muncul pada awal Maret 2020, saat seorang WNI terpapar Covid-19 usai pulang dari luar negeri. Saat itu pemerintah merespon dengan santai. Setelah sebaran virus Covid-19 meluas, barulah upaya kuratif dilakukan.
Sedikit gagap, pemerintah membuat kebijakan  yang banyak mendapat  kritik dan sorotan. Mulai dari pembentukan Satgas Covid-19; membengkaknya anggaran hingga menambah Rp405,1 triliun. Sejumlah bansos diluncurkan,  seperti PKH, Kartu Sembako, Kartu Prakerja, keringanan tarif listrik; insentif untuk pelaku usaha UMKM.  Pemerintah menghindari kebijakan lockdown serta menggantinya dengan pembatasan kegiatan masyarakat dengan  ganti-ganti nama dan format, seperti PSBB, PSBB Transisi, PPKM Darurat, hingga PPKM empat level.
Apakah kebijakan setengah hati ini efektif?  Boro-boro berhasil mengatasi, justru  angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia menempati posisi tertinggi kedua  skala  Asia pada 2022.
Kasus COVID-19 RI hingga Jumat (12/5/2023) bertambah 1.471 kasus baru. Kasus aktif juga meningkat menjadi 18.918, sehingga totalnya menjadi 6.795.221 kasus.
Sebanyak 1.593 pasien juga dinyatakan sembuh. Sementara itu, angka kematian COVID-19 pada hari ini bertambah 27. (Detik health.com, 12/5/2023)
Merespon langkah WHO cabut status darurat pandemi global, Indonesia lantas menyiapkan transisi untuk mengakhiri status kedaruratan kesehatan Covid-19. Â Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menegaskan perlunya masa transisi untuk penanganan Covid-19 jangka panjang.
Perlu Upaya Promotif  dan Preventif
Saat ini, pemerintah tengah menyiapkan perubahan kebijakan pencabutan status kedaruratan kesehatan nasional Covid-19. Muncul kebijakan tentang protokol kesehatan, surveillance, respons kegawatdaruratan di wilayah dan fasilitas kesehatan, serta kebijakan mengenai vaksinasi Covid-19.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menuturkan tentng dampak pencabutan status yaitu berekses  pada program vaksinasi dan pembiayaan perawatan Covid-19. Vaksinasi Covid-19 tidak akan lagi menjadi program nasional.
Begitu pula dengan pembiayaan perawatan dan pengobatan Covid-19, juga tidak lagi menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan menjadi tanggung jawab pasien, baik  membiayai Â
mandiri, ewat BPJS atau program JKN-KIS.
Belajar dari kegagapan di awal kasus penanganan Covid-19, penting bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi. Perlu upaya yang serius melalui  langkah promotif dan preventif untuk mencegah penyebaran virus di masa mendatang. Berikut gambarannya.
Pertama, melakukan edukasi menyeluruh guna menghindari mispersepsi di tengah masyarakat. Tingginya kasus Covid-19 di Indonesia salah satunya disebabkan tidak adanya edukasi secara menyeluruh terhadap pencegahan penularan virus. Kebijakan yang plin plan membuat  masyarakat  bingung.  Dengan
 berulang kali mengganti regulasi kerumunan dengan istilah yang berubah-ubah tersuasana standar yang tak jelas.
Saat ini, jika ingin melakukan transisi pandemi ke endemi, pemerintah harus mengedukasi masyarakat dengan clear. Jangan sampai ada anggapan Covid-19 sudah tidak ada, lalu masyarakat bersikap apatis dan abai terhadap protokol kesehatan.
Edukasi ini juga merupakan upaya promotif kesehatan dengan peningkatan pendidikan dan pemahaman masyarakat perihal kesehatan. Bila ingin meningkatkan mutu kesehatan masyarakat, tidak cukup dengan program dengan aneka anjuran untuk Hidup Sehat atau Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Hal yang penting dan mendesak adalah dengan kebijakan politik ekonomi yang membuat masyarakat mudah mengakses layanan dan kebutuhan hidup sehat.
Kedua, dibutuhkan reformasi sistem kesehatan dengan menjadikannya  sebagai layanan primer. Kesehatan merupakan kebutuhan mutlak bagi seluruh rakyat, kaya atau miskin. Karenanya, tak layak bila layanan kesehatan menjadi barang  mahal hingga sulit bagi masyarakat untuk mengaksesnya.
 Pandangan Islam  Terhadap  Kesehatan
Islam memandang kesehatan  sebagai kebutuhan pokok rakyat, baik muslim maupun nonmuslim. Oleh karena itu, Islam tak membiarkan adanya kapitalisasi serta eksploitasi kesehatan.
Dalam Islam, negara  bertanggung jawab menjamin  kebutuhan akan layanan kesehatan semua warga negara. Rasulullah saw. bersabda, "Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya ia yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya." (HR Bukhari).
Bila negara  lalai dalam tugas ini  akan menimbulkan kemudaratan dan itu  jelas diharamkan dalam Islam.
Menjadi penting saat ini adanya perubahan paradigma dari sistem kesehatan berbayar menjadi sistem kesehatan gratis. Sistem ini  bisa terwujud  hanya sistem kesehatan yang ditopang dengan kebijakan politik kesehatan Islam dengan menerapkannya secara menyeluruh di tengah masyarakat.
Islam memiliki paket komplit dalam fungsi promotif, preventif, dan kuratif yang itu ada dalam sistem kesehatan. Jauh sebelum muncul  penyebaran virus di dunia, Islam sudah mengajarkan pola makan, emosi, dan aktivitas yang sehat; kebersihan dan lingkungan yang sehat; perilaku seks yang seha. Islam juga menyolusi epidemi denagn terkarantina dan tercegah dengan baik.
Bukti suksesnya Islam melakukan upaya promotif preventif yang tecermin pada satu peristiwa yang menandai keberhadilan Rasulullah saw. membangun sistem kesehatan. Tercatat dalam sejarah, selama setahun praktik di Mafinah, seorang dokter kiriman Kaisar Romawi tidak menemukan orang sakit di kota itu
Adapun upaya kuratif terwujud dengan prinsip-prinsip etik kedokteran yang tinggi. Hal itu agar setiap pasien mendapatkan pelayanan, rasa aman, nyaman, terjaga jiwa dan kehormatannya. Prinsip etik kedokteran nampak dalam larangan adanya metode pengobatan yang membahayakan akidah, martabat, jiwa, dan fisik pasien. Izin praktik hanya diberikan kepada dokter yang  kompeten di bidang keilmuan kedokteran dan berakhlak mulia. Obat dan bahan obat hanyalah yang halal lagi toyib.
Layanan kesehatan berkualitas juga terjamin ketersediaannya. Negara menggratiskan biaya kesehatan bagi warga negara yang membutuhkan, tanpa membedakan ras, warna kulit, status sosial, maupun agama. Pembiayaan layanan kesehatan dan jasa bokok lain seperti pendidikan dan jaminan keamanan bersumber dari baitulmal.
Konsep Islam dalam pelayanan kesehatan ini berlangsung sepanjang waktu, baik pandemi, endemi atau saat tidak terdapat wabah penyakit. Â Bila yang didamba adalah ketenangan dan kebahagiaan mayarakat tanpa dibayangi oleh mahalnya kesehatan dan layanan pokok lainnya, maka konsep yang musti diaplikasikan adalah penerapan sistem islam secara menyeluruh. Konsep ini dikenal dengan Islam Kaffah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H