Dengan demikian, narkoba hukumnya haram karena terkategori zat yang memabukkan dan membuat lemah. Keharaman narkoba juga berdasarkan kaidah fikih, "Al-ashlu fi al-madhaar at-tahrim (hukum asal benda yang berbahaya [mudarat] adalah haram)." (Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 3/457).
Keharaman penyalahgunaan narkoba telah jelas dan tegas. Â Namun, dalam sistem kehidupan sekuler liberal yang diterapkan di Indonesia saat ini, halal dan haram bukan menjadi tolok ukur.
Ukuran perbuatan telah tergantikan dengan kemanfaatan, dalam hal ini berupa kesenangan, meskipun semu adanya. Semua hal dianggap serba boleh, asalkan menyenangkan. Yang penting  bagi mereka beroleh having fun.
Generasi muda pun menganut gaya hidup  bebas. Mereka terpola yag menghalalkan segala benda, meski haram dan berbahaya. Narkoba, misalnya, tidak dianggap sebagai sesuatu yang haram dan berbahaya. Narkoba justru dianggap sebagai bagian dari modernitas dan gaya hidup kekinian. Pemakai baranf haran haram itu juga  dianggap cerminan kemapanan finansial. Alangkah salahnya persepsi mereka terhadap narkoba.
Kehidupan sekuler juga memunculkan masyarakat yang cenderung cuek dan  individualis. Mereka  enggan untuk beraktivitas amar makruf dan nahi mungkar. Kontrol sosial tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Bahkan, figur publik seperti artis pengguna narkoba tetap  dicari dan disanjung serta mendapat panggung.
Memberantas Dengan Efektif
Solusi terhadap masalah narkoba yang dilakukan oleh  pemerintah selama ini nyata tidak efektif. Terbukti dengan terulangnya kasus-kasus serupa di kalangan para pengguna. Pasalnya, solusi yang diberikan  tidak menyentuh akar persoalan, yaitu sistem hidup sekuler liberal yang membuka lebar ruang kebebasan. Realitanya, sekularisme liberal itulah yang menjadikan narkoba bebas beredar terus di tengah masyarakat. Sanksi yang lahir dari sistem ini  juga tidak kelar membuat pelakunya jera.
Pengguna narkoba merupakan pelaku kriminal sehingga harus dihukum secara adil. Ironisnya,  pengguna narkoba diposisikan sebagai "korban" bahkan mereka  malah diberi hadiah rehabilitasi medis. Pengistimewaan ini  membuat pelaku penyalahgunanan  narkoba  serasa nyantai saja.
Saat ini piihak yang dianggap sebagai pelaku kriminal hanyalah pengedar dan produsennya. Selain itu, kuatnya azas manfaat  telah menyuburkan  mafia dari sindikat peredaran barang haram tersebut  di negeri ini aman. Metwka tidak tersentuh hukum, meski tetap ada kasus penangkapan oleh aparat.
Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat, terdapat  98 jaringan sindikat narkoba yang beroperasi di Indonesia, 27 di antaranya berskala internasional. Kuatnya sindikat narkoba ini didukung oleh peran oknum aparat sebagai beking-nya, hal mana telah  dikonfirmasi oleh kompolnas sendiri. (Merdeka, 10-11-2014).
Terlibatnya aparat penegak hukum yang menjadi beking sindikat bisnis haram dan merusak ini menunjukkan bahwa persoalan narkoba demikian sistemis. Kebobrokan yang terjadi justru terpelihara oleh sistem. Walhasil, Â bila ingin memberantas narkoba secara tuntas dibutuhkan perubahan yang sistemik pula.
Islam  Efektif Menangani Narkoba
Sistem Islam menjadikan hukum syarak sebagai tolok ukur perbuatan. Barang yang haram dikonsumsi, seperti narkoba, dipastikan dilarang beredar. Untuk memastikan tidak ada peredaran narkoba di tengah masyarakat, negara membuat undang-undang dan menerjunkan  polisi untuk patroli. Bandungkan denfan sisitem rysak saar ini, dimana beberapa oknum kepolisian terlibat dalam sindikat peredaran narkoba.