Mohon tunggu...
Muhammad Ilman Abidin
Muhammad Ilman Abidin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen di Fakultas Hukum UNISBA

Dosen dan Pengacara yang mendalami bidang keilmuan terutama Hukum Teknologi, seperti Blockchain, Cryptocurrencies, NFT dan Hukum Bisnis dalam bidang teknologi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

20 Tahun MK: Bagaimana Artificial Intelligence dapat Membantu MK

6 Juli 2023   13:00 Diperbarui: 6 Juli 2023   13:13 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penelitian kecerdasan buatan telah berkembang secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Perkembangan ini terkait dengan peningkatan ketersediaan data yang dibagikan pengguna yang dimungkinkan oleh lingkungan perluasan akses internet. Volume data yang sangat besar ini sering digunakan untuk menginstruksikan algoritme seperti pembelajaran mesin. Dalam situasi ini, algoritme dibuat sedemikian rupa sehingga dapat belajar dari berbagai input daripada diprogram untuk melakukan X atau Y. Sebuah program dapat memeriksa sekumpulan data menggunakan pembelajaran mesin, dan setelah mengetahui cara melakukannya, program tersebut dapat membuat prediksi atau memutuskan apa yang harus dilakukan. Kehidupan sehari-hari kita sudah menggunakan cabang ilmu komputer ini, mulai dari perangkat lunak pengenal wajah seperti yang digunakan oleh Facebook hingga pemasaran, penerjemahan ucapan, algoritme pencarian yang lebih baik, penelitian DNA, dan bidang-bidang lainnya.

Ada juga peneliti yang mencoba menerapkan alat ini dalam bidang hukum, seperti memanfaatkan AI dalam putusan pengadilan. Namun, penting untuk mencoba memahami sedikit tentang cara kerja AI secara umum untuk menghindari ekstrapolasi yang berlebihan. Hal ini dikarenakan sudah sering muncul artikel berita tentang penggantian pengacara dan hakim oleh robot dalam waktu dekat. Dalam artikel The Guardian disebutkan bahwa:

"Perangkat lunak yang mampu menimbang bukti hukum dan pertanyaan moral tentang benar dan salah telah dirancang oleh para ilmuwan komputer di University College London, dan digunakan untuk secara akurat memprediksi hasil dalam ratusan kasus kehidupan nyata. "Hakim" AI telah mencapai putusan yang sama dengan hakim di pengadilan hak asasi manusia Eropa dalam hampir empat dari lima kasus yang melibatkan penyiksaan, perlakuan yang merendahkan martabat, dan privasi [...] Algoritme ini memeriksa kumpulan data berbahasa Inggris untuk 584 kasus [...] Dalam setiap kasus, perangkat lunak ini menganalisis informasi dan membuat keputusan yudisialnya sendiri. Dalam 79% kasus yang dinilai, putusan AI sama dengan putusan pengadilan."

Pembacaan yang kurang teliti dapat menunjukkan bahwa program ini setara dengan hati nurani manusia, yang mampu menilai beberapa kasus berdasarkan analisis sejumlah besar yurisprudensi. Namun, kemajuan kecerdasan buatan saat ini tidak mampu mensimulasikan otak manusia, yang disebut sebagai AI yang kuat, dan masih ada perdebatan yang kuat tentang apakah hal ini mungkin dilakukan. Dalam hal ini, Profesor Nikolaos Aletras, salah satu pemimpin proyek, mengklarifikasi bahwa para peneliti tidak berharap bahwa hakim dan pengacara akan digantikan oleh AI di masa depan, tetapi sangat mungkin alat AI dapat membantu mereka dalam membuat keputusan. Seorang hakim yang menganalisis kasus baru dapat menggunakan program serupa untuk membandingkan kasus-kasus hukum, menunjukkan kesamaan dan perbedaan yang ditemukan atau bahkan bagaimana IA akan memutuskannya berdasarkan putusan sebelumnya.

Jadi, kemungkinan kecerdasan buatan saat ini berada pada tingkat AI lemah, sebuah kategori di mana algoritme hanya dapat melakukan tugas-tugas tertentu, tidak memiliki kapasitas pembelajaran umum. Meskipun mereka tidak berada pada tingkat kecerdasan yang sama dengan kecerdasan yang luas, seperti halnya manusia, program-program semacam itu cukup canggih, menciptakan peluang untuk aplikasi yang beragam. Penelitian penting lainnya dilakukan oleh Biro Riset Ekonomi Nasional di Amerika Serikat. Para ekonom dan ilmuwan komputer telah mengembangkan perangkat lunak untuk mengukur kemungkinan terdakwa melarikan diri atau melakukan kejahatan baru ketika mereka menunggu persidangan di tempat bebas. Algoritme ini memberikan skor risiko berdasarkan informasi dari kasus tersebut (pelanggaran apa yang mereka duga, di mana dan kapan orang tersebut ditahan), catatan kriminalitas terdakwa, dan usia.

Program ini telah dilatih dengan informasi dari ratusan ribu kasus kriminal di New York, dan telah diuji coba pada ratusan ribu kasus baru lainnya, dan terbukti lebih efektif dalam menilai risiko dibandingkan dengan para hakim.

"Mereka memperkirakan bahwa untuk Kota New York, saran algoritma mereka dapat mengurangi kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa yang menunggu persidangan sebanyak 25 persen tanpa mengubah jumlah orang yang menunggu di penjara. Atau, alat ini dapat digunakan untuk mengurangi populasi penjara yang menunggu persidangan hingga lebih dari 40 persen, tanpa mengubah tingkat kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa."

Hasil ini menunjukkan bahwa alat semacam itu dapat membawa manfaat bagi sistem pidana Brasil, karena satu dari tiga tahanan berada dalam penahanan preventif sambil menunggu persidangan mereka, yang mungkin tidak perlu dalam sejumlah besar kasus. Pencegahan yang dapat dihindari ini hanya memperburuk skenario penjara Brasil yang penuh sesak, karena ada 659.020 orang yang dipenjara. 

Melihat perkembangan AI dalam berbagai negara, tidak ada salahnya apabila negara kita khususnya dapat mencontoh kemajuan teknologi AI yang sudah meluas hingga pada level penegakan hukum dan dunia pengadilan. Dalam pengadilan umum di Indonesia, banyak sekali perkara yang diajukan setiap harinya, dan tidak adanya mekanisme dismissal process seperti apa yang diterakan di Pengadilan Tata Usaha Negara untuk dapat menolak perkara yang sekiranya tidak relevan dan tidak sesuai. Hal itu menjadi penumpukan perkara, karena semua perkara sejatinya akan disidangkan terlebih dahulu, hal ini membuat terlalu bertumpuknya perkara dan akhirnya membuat perkara-perkara lain menjadi membutuhkan waktu yang lebih lama. Tentu saja hal ini harus dibenahi, karena asa peradilan kita adalah Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan harus dijunjung tinggi.

AI dapat digunakan oleh lembaga peradilan, bukan untuk mengganti, tapi untuk membantu para staf pengadilan yang setiap hari dihadapi oleh ribuan perkara yang diajukan. AI dapat mencari database rumit dengan hitungan detik, dan dapat langsung menolak secara otomatis perkara-perkara yang memang sekiranya bertentangan, minimalnya bertentangan dengan syarat formil dalam pengajuan permohonan maupun gugatan. Sehingga tidak perlu setiap perkara harus disidangkan terlebih dahulu.

Dalam persidangan di MK, MK sudah menerapkan proses dismissal untuk setiap perkaranya, dan itu hal yang baik untuk mempersingkat waktu kiranya ada perkara yang memang tidak sesuai dengan syarat-syarat formil. Namun, sejatinya perkara dismissal tetap diperiksa dan diteliti secara seksama oleh hakim tunggal. Apabila setiap hari ada ratusan perkara yang masuk ke MK, maka hakim tersebut akan kewalahan dalam memeriksa perkara untuk memutuskan bisa dilanjutkan atau tidak ke persidangan pokok materi gugatan. Apabila MK menggunakan teknologi AI, maka sejatinya AI dapat membantu atau bahkan mengambil alih peran hakim tunggal dalam proses persidangan dismissal, karena sejatinya perkara dismissal hanya memeriksa syarat-syarat formil yang baku dan tidak abstrak, lain halnya dengan persidangan pokok materi gugatan yang membutuhkan keilmuan yang kompleks. AI sangat mampu dalam memeriksa sekedar kedudukan hukum, kompetensi absolut dan relatif, dan apakah perkara yang diajukan sudah pernah diajukan sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun