Pendidikan Berkualitas.
Pada tahun 2015, negara-negara anggota PBB menyusun Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau yang lebih dikenal sebagai Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) yang meliputi kesepakatan mengenai hak asasi manusia dan kesetaraan. SDGs ini mempunyai 17 tujuan, dan tujuan keempat dari program ini adalah Quality Education atauSDGs poin 4 ini memiliki 10 target dan 11 indikator yang telah ditetapkan oleh PBB. Target ini dibuat untuk menentukan tujuan peningkatan kualitas pendidikan dan juga digunakan sebagai metrik untuk melacak apakah target tersebut telah dicapai.
Target pertama dari poin 4 ini adalah bebas akses untuk pendidikan dasar dan menengah dengan 2 indikator yang mencakup "mencapai kemahiran dalam membaca dan matematika," dan "memastikan setiap anak menyelesaikan pendidikannya."
Mengapa bebas akses itu penting?
Menyediakan pendidikan dasar dan menengah yang berkualitas sangat krusial untuk perkembangan peradaban bangsa. Dalam fase ini, anak tidak hanya belajar mengenai pengetahuan melainkan juga nilai-nilai sosial, life skills, dan kemampuan berpikir kritis. Akan tetapi, faktanya banyak anak harus kehilangan kesempatan dan merelakan mimpinya untuk mengembangkan potensi penuh mereka.
Bebas akses untuk pendidikan bertujuan untuk menghapus segala hambatan dan menciptakan kesetaraan pendidikan, peningkatan partisipasi, dan kualitas pendidikan. Akan tetapi, bebas akses ini masih terbelenggu oleh tingginya biaya pendidikan dan rendahnya kualitas pendidikan.
Dikutip dari sebuah survei, biaya pendidikan di Indonesia menunjukkan peningkatan seiring dengan jenjang sekolah yang lebih tinggi, mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi. Sebuah survei menunjukkan bahwa rata-rata total biaya pendidikan untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) di instansi pendidikan mencapai 3 juta rupiah per bulan. Total ini tidak termasuk biaya pendaftaran ataupun uang pangkal yang nilainya bervariasi.
Hal ini menunjukkan tingginya biaya pendidikan di Indonesia jika dibandingkan dengan rata-rata gaji di Indonesia. Berdasarkan data BPS per Februari 2024, rata-rata gaji pekerja di Indonesia sebesar Rp3,04 juta. Bisa dikatakan bahwa sebagian besar masyarakat di Indonesia tidak mampu menjangkau biaya pendidikan dasar dan menengah.
Faktor ekonomi ini menjadi salah satu alasan utama banyaknya siswa-siswi SMA yang tidak melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Selain kesulitan biaya, faktor lainnya adalah preferensi pribadi apakah mereka ingin melanjutkan kuliah atau bekerja, jarak sekolah yang jauh dari tempat tinggal, serta motivasi siswa dalam mengejar pendidikan lebih tinggi.
Rendahnya kualitas pendidikan dan kesenjangan akses teknologi digital
Di sisi lain, rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia juga ikut andil dalam menghambat bebas akses pendidikan. Indikator pertama dapat dilihat dari proporsi anak-anak tingkat akhir SD dan tingkat akhir SMP untuk mencapai standar kemampuan minimum membaca dan matematika, yang menjadi dua kompetensi mendasar.
Berdasarkan data yang dirilis Worldtop20.org, peringkat pendidikan Indonesia pada 2023 berada di urutan 67 dari 203 negara. Rendahnya peringkat pendidikan tersebut dikarenakan rendahnya tingkat pemahaman literasi dan numerasi. Berdasarkan laporan Programme for International Student Assessment (PISA) 2022, skor literasi Indonesia memiliki nilai rata-rata sebesar 359 poin, dan skor numerasi atau matematika Indonesia sebesar 366 poin, yang mencerminkan tantangan serius dalam kualitas pendidikan di Indonesia.
Nilai ini merupakan representasi bahwa banyak siswa masih kesulitan untuk menguasai keterampilan dasar membaca dan matematika yang merupakan pondasi penting untuk pembelajaran lanjutan. Rendahnya minat baca tidak terlepas dari budaya membaca dan motivasi diri serta terbatasnya akses perpustakaan.
Selain itu, kesenjangan akses teknologi digital di berbagai daerah juga menjadi penghambat dalam mencapai kesetaraan pendidikan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kesenjangan ini melalui transformasi digital, seperti dengan mengaplikasikan blended-learning, memberikan akses pembelajaran melalui Learning Management System (LMS), menyediakan akses internet di pelosok negeri, serta mendirikan lab komputer di sekolah-sekolah yang tidak hanya ada di perkotaan tetapi juga di desa-desa.
Namun, tantangan infrastruktur teknologi ini masih dirasakan terutama di daerah-daerah terpencil, sehingga masih ada kesenjangan akses pendidikan yang harus diatasi.
Tantangan dalam penyelesaian pendidikan menengah
Indikator lainnya adalah tamatan pendidikan dasar dan menengah yang dapat dilihat dari survei tingkat penyelesaian pendidikan. Target yang diharapkan pemerintah adalah rata-rata lama sekolah penduduk lebih dari 15 tahun.
Dalam konteks kelulusan, persentase siswa yang berhasil menyelesaikan pendidikan menunjukkan perkembangan yang baik di jenjang Sekolah Dasar (SD), dengan sekitar 97,83% siswa tamat, dan 90,44% di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Namun, tantangan besar masih ada di Sekolah Menengah Atas (SMA), di mana tingkat kelulusan hanya mencapai 66,79%. Faktor-faktor seperti kesulitan biaya, jarak, motivasi siswa, dan preferensi antara bekerja atau melanjutkan pendidikan tinggi mempengaruhi tingginya angka putus sekolah di tingkat ini.
Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat untuk memastikan setiap anak mendapatkan haknya untuk belajar serta menyelesaikan pendidikannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya