Nampaknya masih sangat sulit, bagi kita untuk menerima sebuah perbedaan. Bukan menyoal tentang ketidakmampuan sumber daya manusia, namun budaya 'panasan' yang masih melekat dalam setiap manusia Indonesia.
Baru sepagi ini, perbincangan di twitter telah hangat dengan isu tentang agama. Lagi dan lagi begitu, bukan kali pertama hal yang seperti ini mencuat. Tetapi, apabila kita telisik lebih dalam, fenomena ini menjadikan sebuah kemunduran bagi bangsa dan negara Indonesia.
Memang, setiap bangsa dan negara memikul beban yang berbeda-beda. Dan uniknya, bangsa dan negara Indonesia ini lebih senang akan isu tentang agama.Â
Tarikan benang merahnya bukan soal persatuan ataupun kesatuan. Bagi saya, hal itu sudah tuntas. Terlebih, anak muda kita sudah cerdas untuk menangkal isu-isu tentang agama.
Menariknya, jika kita lihat konten isi dari setiap tagar yang dilambungkan memuat tentang perbandingan. Nah, disinilah yang seolah-olah terjadi benturan antara negara dan agama.
Seolah-olah, negara tidak hadir untuk urusan agama. Seolah-oleh, pemerintah tutup mata akan penghina ulama, penghina rosul, dan sebagainya. Goalnya untuk menuntuk ketidakadilan dari negara.
Selalu begitu seterusnya, apabila ada isu yang nampak di permukaan. Pelabuhan terakhirnya benturan agama dengan negara.
Mengapa isu diatas menarik perhatian publik? Satu diantara banyak jawaban adalah Karena, manusia Indonesia masih lekat dengan paham-paham religius.
Sehingga, jika hadirnya negara tidak untuk kebaikan agama maka negara itu gagal. Beberapa waktu lalu, muncul pula tagar dari ormas Islam. Mulai pembubaran, pemberian izin dan macam-macam masalah lainnya.
Harusnya perihal kebangsaan dan keagamaan sudah tuntas seabad yang lalu. Saat pendiri bangsa kita sepakat untuk tidak memisahkan urusan negara dengan urusan agama. Hingga lahirlah Pancasila sebagai pondasi negara bangsa Indonesia.
Namun, ini lagi dan lagi yang muncul.Â
Sungguh, Saya sudah bosan dengan tagar-tagar yang berisi hal-hal tersebut. Meskipun menghindar, namun publik adalah bagian dari sistem sosial di media sosial yang ada. Oleh karenanya, tidak menutupi kemungkinan seluruhnya dapat menonton dan melihat secara realtime.
Memunculkan isu agama dengan tagar-tagar begini bukan untuk dilawan, cara menyikapinya adalah dengan mengabaikan, dan itu cukup. Karena sebuah prinsip, masih banyak hal positif yang bisa kita perbuat, lebih dari mengamati kicauan yang ujung-ujungnya membenturkan agama dan negara.
Perbincangan isu-isu itu tidak lagi baik untuk dijadikan trend pembicaraan. Lebih baik, berpikiran maju untuk pembangunan manusia dan peradaban baru untuk Indonesia lebih baik. Salam :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H