Mohon tunggu...
ILHAM SUMARGA
ILHAM SUMARGA Mohon Tunggu... Guru - Buruh Pendidik

Sebuah celotehan dalam tulisan~

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anda Berprofesi Buzzer, Buruk?

5 Oktober 2019   19:00 Diperbarui: 11 Oktober 2019   22:48 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benar nampaknya, pepatah yang berbunyi: "lidah lebih tajam daripada pedang". Hari-hari ini, saya mengamati perilaku dari buzzer, di medsos bernama twitter, dan sungguh luar biasa.

Dampaknya? Polarisasi pun terjadi. Buruk? Jawabnya, tentu. Harusnya, ada pakar yang menganalisis tentang peluang dan tantangan, jika narasi yang dibuat oleh buzzer terpublikasi.

Niat hati ingin memperbaiki keadaan, ujungnya malah memperburuk. Lagi-lagi, sejatinya, buzzer itu profesi yang dituntun untuk menjadi "robot" berkedok manusia. Dan sangat mudah untuk dibaca, paling ya, cuman itu-itu saja, muatan yang dibawa.

Sungguh, teruntuk bos buzzer. Apabila tidak suka dengan presepsi masyarakat umum tentang fenomena apa yang terjadi dihari ini. Singkatnya, bukan malah menyerang balik dengan topik tandingan, apalagi di stimulasikan dalam waktu yang relatif singkat.

Terang jelas terbaca, bahwa mana yang natural dan dibuat-buat. Bahkan, menurut saya, terlalu naif rasanya jika terlalu responsif atas fenomena yang timbul. Meski tak suka, ya, dinimkati dulu. Inilah kekuatan dari sistem demokrasi.

Menyoal tentang demokrasi, rasa-rasanya menjadi beban berat. Terlebih dengan hadirnya industri 4.0. Ujungnya soal, dunia digital yang menjadi poros utama tak terpisahkan dari kehidupan. Narasi-narasi dari kicauan tweet yang ter-replay dan ter-retweet terbanyak akan menjadi perbincangan.

Sungguh, saya sebal. Setelah terpecah menjadi 3 golongan di pilpres 2019. Disusul selanjutnya, menyoal keutuhan dari kesatuan bangsa.

Mending, bikin profesi buzzer yang menarasikan prihal-prihal receh, humor, dan mengasikkan. Jauh lebih diminati dan menarik, sebab, rasa-rasanya kita tidak lagi butuh panas-panasan di media sosial. Pasalnya, sudah susah mengasis rejeki di dunia nyata, tambah panas pula di dunia maya.

Buruk tidaknya buzzer bergantung narasi apa yang mereka dibawa. Jika ia ada karena mempertentangan narasi umum dengan arus kuat, maka bersiaplah untuk dihina. Sebab, jempol nitizen +62 sadis!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun