Kali ini aku akan mencoba mengulas tulisan seputar dunia pendidikan. Mencoba menyesuaikan dengan bidang studi-ku dulu lah.
***
Ok, Istilah "kids jaman now!" bagi sebagian orang tentu menjadi barang basi. Hampir dimana-mana sebutan itu nyaris di dengar, lebih lagi di era industri 4.0; yang notabene selalu terhubung dengan internet.
Tapi tidak menutup kemungkinan, kita hanya mengetahui istilah itu tanpa mendalami makna dari istilah itu. Dan saat aku bertanya sebagian guru -- generasi baby boomber -- mengartikan bahwa istilah kids jaman now berkonotasi negatif. Dan kalau kebenaran itu teruji, lantas maukah anak kita dikatakan negatif?
Ok, aku paling tidak suka dengan sisi pandangan negatif. Terlebih dengan istilah tadi. Apalagi jaman sekarang, jaman yang semuanya serba di plintir oleh sebagian elit politisi, dan dicekoki aura-aura negatif. Jadi prinsipnya begini: jika yang ada dalam diri kita adalah cara padang negatif, maka sudah tentu jiwa kita akan lemah, tak berdaya, bahkan mati. Jadi tinggal kita memilih: lebih memilih pandangan negatif atau pandangan positif? Hal itu berlaku pula dalam mengenali anak kita.
***
Dalam konteks dunia pendidikan: keengganan para pendidik dan civitas pendidikan lainnya adalah berinovasi dalam teknologi. Sebab mereka tidak mau memahami tentang dunia anak itu sendiri. Dunia anak? Iya betul dunia anak.
Sebagai orang tua (baca: pendidik) sering kali kita mengajar dengan cara memandang anak kita sesuai cara kita memandang kehidupan. Padahal tentu sangat berbeda makna hidup bagi orang tua dan bagi anak-anak? Setuju ya?
Ok, mengenali kebutuhan anak adalah kunci utama agar pembelajaran aktif terlaksana dengan baik. Karenanya kita musti mengenal karakter dari anak. Setidaknya ada 5 point utama untuk mengenali anak anda.
Pertama, ANAK ITU CERIA DAN MENYENANGKAN. Guru: Pernah merasa sebel dengan anak kita? Atau jangan-jangan malah sering? Sudah gaji belum turun, anak di rumah minta dibelikan sepatu baru. Suami/istri sedang ada masalah di rumah. Eh, sampai di sekolah anak didiknya malah susah di atur. Mulai dari PR gak dikerjakan, saat belajar malah ngobrol dengan teman-temannya, diberikan penjelasan gak paham-paham. Lengkap! penderitaan seorang guru. Semua fakta tadi akan terus terjadi jika cara pandang kita terhadap anak keliru. Guru memang bukanlah orang yang sempurna. Tapi guru di tuntut untuk selalu tampil baik dihadapan anak didiknya.
Termasuk dalam hal menyapa anak didiknya, menjelaskan materi, tersenyum, dan apapun dalam konteks interaksi dan komunikasi. Oleh karenanya, guru musti berfikir bahwa anak didiknya adalah sosok yang menyenangkan, mereka sebenarnya adalah pribadi yang ceria. Anak selalu dominan berfikir kesenangan daripada kesusahan. Maka hadirkanlah pola interaksi dan cara komunikasi yang menyenangkan. Itulah yang membuat mereka bisa kembali ceria ketika ada masalah.
Buatlah cara komunikasi yang membuat mereka merasa: bahwa kita adalah pribadi yang menyenangkan. Dan ketika anak didik itu melihat senyum kita saja, segala kepenatan hidupnya akan hilang. Jangan berpikir bahwa murid tidak punya masalah. Mereka juga punya masalah. Nah, jangan sampai hadirnya kita justru menambah masalahnya.
Kepribadian anak yang ceria dan menyenangkan juga akan termanifestasi dalam setiap tindakannya. Anak akan lebih memprioritaskan kegiatan atau aktifitas yang menyenangkan buat mereka. Terkadang mereka asal bertindak dan senang. Soal manfaat di pikir belakangan. Ini naluriah ya, sewajarnya begitu.
Jadi, kalau anak kita nampak menyebalkan dihadapan gurunya, bisa jadi gurunya yang memang tidak menyenangkan, dan tidak bisa membuat mereka ceria.
Kedua, ANAK ITU MUDAH PENASARAN. Anak: mempunyai rasa ingin tahu terhadap hal-hal baru di sekelilingnya. Pada saat guru mengajar di setiap kelas hanya dengan metode dan strategi yang begitu-begitu saja, diulang-ulang terus, tanpa pernah ada inovasi baru, tentu membuat anak menjadi bosan. Tapi jika guru kreatif, rajin berinovasi, tentunya akan membuat anak semakin tertarik dengan pembelajarannya.
Apalagi jika kita berinovasi dengan teknologi; sesuatu yang bagi anak adalah hal yang sangat menyenangkan dan tentu memancing rasa penasaran. Sudah pasti anak akan lebih mudah untuk diarahkan dan di bimbing.
Hanya saja bagi sebagian guru, sifat naluriah anak yang suka penasaran justru tidak dimanfaatkan dengan benar. Parahnya lagi justru dijadikan penghalang untuk kemajuan. Padahal rasa penasaran anak jika dimaksimalkan, dimotivasi, di dorong ke arah yang benar dengan metodologi yang benar, ia akan menjadi energi dahsyat bagi siswa untuk mengembangkan potensi dalam dirinya.
Banyak temuan hebat di era sekarang yang dilatarbelakangi oleh rasa ingin tahu penemunya; bukan sekedar ilham, buka juga pemikiran filsafat, apalagi wangsit, tapi temuan itu berawal dari rasa penasaran tinggi, dikelola dan dikembangkan sedemikian rupa, dicoba dan dicoba lagi, hingga akhirnya terciptalah karya yang hebat.
Nah, kalau guru bisa memanfaatkan rasa penasaran anak secara maksimal. Maka guru akan lebih mudah dalam bekerja sama dengan siswanya untuk mencapai keberhasilan pembelajaran.
Ketiga, ANAK ITU AKTIF. Aktif adalah salah satu ciri anak yang sangat penting untuk dipahami oleh seorang guru. Ketika seorang anak berhadapan dengan sesuatu yang menyenangkan buat dia, maka anak akan semakin penasaran untuk lebih memahaminya. Rasa penasaran inilah yang akan diwujudkan dengan sebuah keaktifan tindakan yang menyertainya. Contoh sederhana begini:
Ketika anak disodori gawai, anak sudah pasti akan tertarik. Kemudian pasti anak akan penasaran. Mulai dari ngotak-atik aplikasinya, main gim, nonton video dan sebagainya. Semakin suatu hal itu membuat anak senang, maka anak akan makin penasaran. Dan anak tentu akan semakin aktif menggunakannya.
Sifat aktif dari anak, jika tidak di kelola dengan tepat bisa jadi bumerang bagi guru. Artinya, siswa yang aktif --dengan berbagai tindakan baik positif maupun negatif-- kadang di lihat sebagai sesuatu yang mengancam. Membuat guru tidak nyaman, bahkan seolah dalam bahaya. Padahal itu memang sudah menjadi karakter anak yang harusnya dioptimalkan. Anak yang dalam suatu kegiatan belajar terlihat terlalu aktif, tentu saja anak sedang menemukan dan mengekspresikan dunianya.
Keempat, ANAK ITU KREATIF. Anak yang aktif biasanya akan berlanjut ke prilaku kreatif. Tindakan kreatif inilah yang akan membuat anak berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Pada saat praktikum pembelajaran tertentu: seorang anak bisa menyelesaikan tugas dengan cepat, sementara lainnya menyelesaikan dalam tempo yang lambat. Hal ini bisa kita cek pada tingkat kreatifitas dari tiap anak.
Kegiatan pembelajaran yang melibatkan semua unsur kognisi, afeksi dan psikomotorik sekaligus akan lebih mudah digunakan untuk melihat tingkat kreatifitas seorang anak. Anak yang aktif dan kreatif akan mudah untuk mengeksplorasi dirinya. Mendayagunakan segala kemampuan yang dimilikinya, lalu berfikir kreatif (out of the box) untuk menyelesaikan tugas.
Kelima, ANAK ITU SENANG RAMAI DAN SENANG BERKELOMPOK. Guru hebat adalah seorang guru yang bisa menciptakan suasana pembelajaran yang berkualitas di dalam kelas. Juga mampu mengakomodir dan mengembangkan 4 sifat naluriah anak sebagaimana pemaparan sebelumnya. Maka menciptakan komunitas pembelajaran yang tepat sesuai sifat dasar anak inilah yang harus menjadi perhatian utama setiap guru dalam mengajar.Â
Karena anak suka berkelompok, maka komunitas pembelajaran yang baik akan menjadikannya selalu senang dalam belajar. Sehingga anak akan mudah bekerja sama menuju goal yang diinginkan.
Pribadi yang ceria dan menyenangkan, pribadi yang penuh rasa penasaran, pribadi yang aktif dan pribadi yang kreatif adalah satu kesatuan dunia naluriah yang melekat pada diri seorang anak.
Tugas guru adalah untuk mengelolanya, memberikan kesempatan kepada anak untuk berkembang bersama dalam satu komunitas pembelajaran yang tepat.Oleh karena itu seorang guru memang harus bekerja keras dalam menciptakan komunitas pembelajaran yang mampu mendukung semua bakat dan perkembangan anak sesuai dunianya. Tentu saja metodologi mengajar memegang peranan yang sangat penting dalam upaya menciptakan kelas pembelajaran yang baik.
Kalau metodologi gurunya saja masih gaya ala-ala Flin Stone atau lebih parah lagi seperti masa pra-sejarah. Bagaimana mungkin kelas pembelajaran yang kita kelola mampu mengembangkan dunia anak didiknya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI