Relevansi analisis Marx masih dapat dipertahankan, mengenai kontradiksi masif yang terjadi di dalam negara maupun di dunia internasional, begitu juga yang terjadi dalam Kapitalisme, sehingga yang didapat adalah kontradiksi masih bekerja di dalam Kapitalisme. Bekerja dalam tatanan yang dipercaya sebagai penutup sejarah dan matinya ideologi ini semakin menguatkan analisis Marxisme bahwa bukan Kapitalisme yang menjadi zaman penutup atau akhir zaman. Keraguan yang sama sebenarnya dengan yang dilontarkan lawan -- lawan Marxisme dengan keraguan yang ditonjolkan oleh Kapitalisme itu sendiri. Sebagai contoh keterangan yang dikutip dari Wolff dalam Marsh dan Stoker (2010: 206):
Pada tahun 1978, 1 persen rakyat Amerika yang terkaya menguasai 19 persen dari semua kekayaan materi pribadi di AS. Pada tahun 1995, mereka memiliki 40 persen kekayaan, dan bagian mereka lebih besar daripada yang dimiliki oleh 92 persen penduduk terbawah jika digabungkan.Â
Meski rata -- rata pendapatan naik, namun ketimpangan pendapatan telah meningkatakan jauh lebih cepat. Jadi, antara tahun 1979 dan 1995, 60 persen penduduk paling bawah mengalami penurunan penghasilannya dibanding tahun 1990.Â
Penghasilan dari 20 persen berikutnya menunjukan kenaikan sedang, sementara 20 persen teratas mengalami kenaikan pendapatan 18 persen. Yang lebih drastis, penghasilan 1 persen penduduk terkaya tumbuh sebesar 92 persen. Satu akibat dari semua ini adalah bertambahnya kemelaratan. Pada 1996, sensus AS melaporkan 14 persen penduduk dalam kemiskinan: naik dari 9 persen pada 1992 karena berkurangnya program kesejahteraan.
Tidak terjebak pada utopia Marxisme akan masyarakat yang utopis, namun hanya sebatas penggunaan paradigmanya dalam menganalisis kontradiksi -- kontradiksi yang terjadi pada masyarakat. Sekalipun jika dianggap perlu menuangkan gagasan yang menjadi cita -- cita Marxisme, hanya dibatasi sebagai analogi untuk memperluas khasanah pengetahuan akan argumentasi -- argumentasi dari sebuah teori besar. Dengan demikian sangat disayangkan apabila melewatkan teori ini dalam menganalisis kontradiksi yang terjadi di realitas kehidupan manusia dalam hubungannya dengan pengorbanan, perubahan sosial dan harapan politik (cita -- cita).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H