Mohon tunggu...
Ilham Pasawa
Ilham Pasawa Mohon Tunggu... Novelis - ~Pecandu Kopi~

Manusia yang ingin memanusiakan dan dimanusiakan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Selasar Rumah

26 Maret 2023   04:42 Diperbarui: 26 Maret 2023   04:43 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kalau bapak sama ibu sudah tiada, jangan dijual rumah ini. Bagaimana pun kondisinya, seburuk apapun, rumah ini adalah saksi mati dari hidup kamu." 

"Aku nggak ada niatan sama sekali buat jual rumah ini, pak." Jawabku meyakinkan bapak kalau aku tak ada niat seperti itu samasekali.

Selesai membereskan ember. Aku bersama bapak duduk di selasar rumah. Memandangi rintikan air yang mulai turun dari langit yang semula membiru, kini menghitam. Bapak bertanya bagaimana kuliahku. Dengan semangat aku menceritakan hal-hal baru yang kudapat dari kampus. Sesekali bapak tampak bingung dengan kalimat yang kuutarakan. Itu wajar saja, sebab bapak tak pernah menamatkan sekolah dasar. Begitu juga ibu, mereka tak pernah merasakan nikmatnya belajar. Dipaksa berhenti oleh keadaan.

Gerimis yang mula malu-malu, kini datang kian melaju. Deras bukan main. Satu hal yang menyorot perhatianku dan bapak, di balik tirai hujan itu tampak seorang yang hendak mendekati aku dan bapak. Ia mengendarai sepeda motor, menembus barisan hujan. Sesampainya di depan rumah. Baru kukenali, dia adalah abangku. Wajahnya masih seperti dahulu, masam dan kecut tanpa senyum. Entah apa yang mau ia lakukan kali ini. Terakhir kali ia di rumah, dibuatnya malu kami sekeluarga, karena ulahnya yang bah Bromocorah, preman kampung yang kedapatan memperkosa gadis desa.

"Pak! Mana bagianku!" Ucapnya dengan nada cukup keras.

"Kamu nggak ada sopan santunnya sama bapak." Kataku, tak suka dengan tingkahnya.

Dia sama sekali tak memperhatikanku. Langsung mencecar bapak dengan pertanyaan yang tak lain soal warisan. Suaranya sangat keras, bahkan lebih keras dari suara hujan yang jatuh dengan deras. Ibu yang sedari tadi tengah menjahit pun ikut keluar. Penasaran dengan apa yang terjadi disini, di Selasar rumah!

"Ya Tuhan, ada apa lagi, Misan?" Tanya ibu dengan wajah sedih.

"Mana bagianku? Aku sudah hujan-hujanan datang kesini, mau ambil bagianku.' ujarnya

''Bagian apa? Apa yang mau kamu pinta dari bapak dan ibu?" Ujar bapak.

"Ya bagianku lah. Rumah ini kan bisa dijual dan uangnya bisa dibagi dua." Ujarnya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun