Keringat bapak masih menetes, ia menyeka dahinya dengan baju partai yang sudah tampak lusuh. Aku baru saja kembali dari kampus. Kuparkirkan Vespa di Selasar rumah. Sementara dari dalam terdengar suara orang sedang memasak, tak lain itu pasti ibu. Namun, yang membuatku berpikir, tidak biasanya ibu masak di sore hari, ada apakah gerangan? Ya! Ibu memang jarang sekali masak di sore hari, biasanya hanya di pagi hari, tentu karena pasokan beras kami memang hanya cukup untuk dimasak di pagi hari. Asal bisa makan sekali sudah cukup sekali.
"Man? Kamu sudah pulang?" Tanya Ini dari dapur, rupanya ia tahu bontotnya sudah pulang.
"Iyak, Bu. Baru sampai." Jawabku.
Kusalami bapak, wajahnya masih tampak lelah. Di kakinya ku lihat bekas semen yang masih belum dibersihkan.
"Sudah sampai mana pak rumahnya Pak Ari?" Tanyaku.
"Tadi baru ngecor untuk lantai dua." Jawab bapak sambil meminum air teh.
"Aku ke dalam dulu ya, pak. Mau mandi dan sholat dulu." Pintaku
Bapak hanya mengangguk.
Cuaca yang sempat cerah mulai membiru, mendung telah menggumpal di langit, gemuruh pun saling bersahut didahului kilatan cahaya yang menyambar sembarang. Bapak mengajakku menyiapkan ember untuk menampung air hujan dari atap rumah yang bocor. Satu di depan pintu, dan beberapa di dalam rumah.
"Nanti kalau kamu sudah lulus, dan sudah jadi orang. Bapak pinta kamu perbaiki rumah ini. Jangan ditinggal. Rawat yang baik." Ujar bapak.
Aku menyimak sambil mencari posisi ember yang pas agar air yang jatuh tak sampai menggenangi lantai rumah.