Mohon tunggu...
Ilham Pasawa
Ilham Pasawa Mohon Tunggu... Novelis - ~Pecandu Kopi~

Manusia yang ingin memanusiakan dan dimanusiakan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bukanlah Aku

15 Oktober 2022   23:13 Diperbarui: 15 Oktober 2022   23:30 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan cuma laki-laki yang harus berwawasan, perempuan juga butuh itu."

"Apa nanti ijazah kita bakal terpakai di dunia kerja? Ya kita tahu, kalau makin kesini makin banyak lulusan baru, sedangkan lapangan pekerjaan tidak berbanding lurus dengan SDM yang ada?" Tanya seorang teman lagi, nampaknya teman Yasmin yang satu ini berbakat jadi jurnalis. Melihat dari pikirannya yang selalu menelisik.

"Selama kita punya bekal pengetahuan, kita nggak perlu takut, sebab pengetahuan akan menjadi modal kita. Ya kalau kita tidak bisa jadi pegawai, setidaknya nanti kita bisa buka lapangan pekerjaan. Itu kan tugas kita sebagai sarjana, kita harus menjadi agen of change." Ucap Yasmin dengan nada khas aktivis perempuan.

Percakapan itu terjadi beberapa tahun sebelum ia lulus dan jadi sarjana. Setelah lulus ia baru sadar, ternyata mencari kerja memang sesulit itu. Sudah melamar sana-sini ke posisi yang linear tetapi hasilnya tetap sama, ditolak! 

Mencari kerja mestilah punya orang dalam yang sebelum interview si HRD sudah dibisiki "ini orangku" biar jalan mulus dan lancar. Kalau tidak begitu, yang didapat cuma rugi waktu dan tenaga. 

Belum lagi diskriminasi dalam pencarian kerja yang belum juga hilang. Jika mau di posisi ini mesti good looking lah, harus bergender laki-laki lah, mesti berpengalaman lah, usia minimal lah. 

Hal itu tentu membuat fresh graduate seperti Yasmin kelabakan. Ia bukan tidak punya pengalaman, ia punya, tetapi hanya di level organisasi, di dunia kerja dia masih nol besar. 

Akhirnya, dengan sangat teramat terpaksa ia pun memilih pekerjaan yang ada. Apa aja yang penting bisa menghasilkan uang dan membuat orang tua di rumah tidak nyinyir dan merasa sia-sia karena sudah menyekolahkan tinggi-tinggi anaknya.

Mengingat percakapan itu hati Yasmin bergetar, ia merasa apa yang ia jalani tidaklah sesuai dengan jati dirinya. Tetapi mau bagaimana, mau resign ia masih butuh pekerjaan. Ia hanya bisa berucap "ini bukanlah jalanku." Sambil terus bekerja mesti hati menderita.

Depok, 15 Oktober 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun