"Memang, tapi kalau kamu nganggur, kamu bisa lebih cepat gila." Timpal perempuan berambut panjang itu.
Air mata semakin banyak tumpah dari mata Yasmin, sayang Yasmin bukanlah Puteri duyung yang air matanya bisa berubah jadi mutiara. Dia cuma bocah perempuan biasa, dari keluarga biasa yang hidup di desa.Â
Memang dia agak beruntung karena bisa belajar sampai tingkat bangku kuliah. Tetapi di dunia kerja, pengetahuan di bangku kuliah cuma dianggap seperti "metafisika" nggak begitu berlaku.Â
Tahu begitu, mending ambil kelas militer buat nempa mental biar nggak sedikit-dikit nangis. Hampir lima tahun belajar tentang ekonomi di kampus ujung-ujungnya cuma jadi SPG di industri retail.
Yasmin yang ingusnya sudah naik turun mirip tensi darah orang tua akhirnya mencoba menenangkan diri. Ia mengelap air mata dan ingus yang luber dengan saputangan yang ia bawa kemana-mana.Â
Setelah dianggapnya bersih, ia lari ke toilet untuk membenarkan make up-nya agar kembali terlihat menarik di mata pelanggan yang haus dengan barang diskon.
Ia pun kembali ke pekerjaannya, membereskan barang dan mendisplay semenarik mungkin sambil menawarkan barang ke setiap pelanggan yang datang.Â
Menjadi SPG memang harus siap mental, bukan cuma harus siap dapat Omelan setiap hari, tapi mesti juga belajar tahan dari rayuan-rayuan pelanggan yang mirip buaya kelaparan.
Apalagi kalau melihat pakaian yang dikenakan SPG memang bisa dibilang seksi. Jadi, dia mesti tahan beberapa hal, bukan cuma makian, tapi juga tahan dari pikiran liar pelanggan yang datang.
Di sela-sela waktu senggang, sambil meneruskan pekerjaannya, ia mengingat percakapan kala ia masih duduk di bangku kuliah lalu.
"Kenapa kita mesti kuliah dan belajar?" Tanya seorang teman pada Yasmin.
"Loh, kenapa masih bertanya? Sebagai wanita, apalagi di era emansipasi seperti ini, kita harus membekali diri kita dengan ilmu pengetahuan. Biar nanti tidak direndahkan. Kita sebagai wanita harus bermatabat.Â