Mang Deki cukup tersentak mendengar penjelasan tersebut. Dia mengakui bahwa dia sedikit ragu. Dia "hanya" coba-coba menjalankan apa yang dikatakan oleh bang Abel.
Bagaimana kandang yakin bang? kata mang Deki sedikit pelan hampir terdengar.
Rupanya, bang Abel sudah menebak, kemana arah pembicaraan.
"Saya mau bertanya, apakah kita janjian untuk bertemu hari ini, disini?"Â tanya bang Abel.
"Tidak."
"Tapi kenyataanya kita bertemu, bahkan 3 hari berturut-turut. Mang Deki dapat rezeki bisa makan bersama saya. Jika bukan Allah pembantuan, siapa lagi? " lanjut bang Abel. Mang Deki terlihat berpikir dalam. Bang Abel melanjutkan, " Mungkin, sudah banyak petunjuk dari Allah, hanya saja kita jarang atau kurang memperhatikan petunjuk tersebut . Kita tidak menyangka Allah akan menolong kita, karena kita sebenarnya tidak berharap. Kita tidak berharap, karena kita tidak yakin. "
Mang Deki manggut-manggut. Mulai paham. Kemudian mulai tersenyum.
"Oke dech, saya paham. Selama ini saya akui saya memang ragu. Sekarang saya yakin. Allah sebenarnya sudah membimbing saya, saya sendiri yang tidak melihat dan tidak mensyukurinya. Terima kasih abang. " kata mang Deki, matanya terlihat berkaca-kaca.
"Berterima kasihlah kepada Allah. Sebentar lagi dzuhur, kita ke Masjid yuk. Kita mohon ampun dan bersyukur kepada Allah. "
Mereka pun mengangkat pikulan dan mulai berjalan menuju masjid terdekat sambil diiringi rasa optimis bahwa hidup akan lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H