Dalam konsep kehidupan politik, birokrasi merupakan salah satu elemen dalam berjalannya proses pemerintahan. Fungsi utama birokrasi adalah melaksanakan tata kelola pemerintah dan  menciptakan pelayanan  publik yang optimal bagi masyarakat. Seperti konsep Max Weber, bahwa utamanya tipe ideal birokrasi birokrasi ditujukan untuk menunjang efisiensi dan efektivitas organisasi. Maka salah satu prinsip yang diperlukan adalah netralitas.
Netralitas birokrasi diperlukan salah satunya adalah untuk menjaga profesionalitas birokrasi itu sendiri. Pemisahan antara politik-administrasi dimaksudkan agar birokrasi publik dapat bekerja secara professional melayani kepentingan umum (public interest) tanpa dibebani isu-isu politik. Nanum nyatanya, terjadi semacam paradoks bahwa para birokrat ini dituntut untuk netral, sementara mereka sendiri berada di bawah kekuasaan politik
Hak Politik dan Dilema Para Birokrat
Dalam praktiknya, birokrasi seringkali terhimpit oleh dua kepentingan yang membuatnya berada pada posisi dilematis. Dalam hal ini, birokrasi dihadapkan pada situasi bahwa di satu sisi mereka adalah pegawai yang diangkat, ditempatkan, dan diberhentikan oleh pejabat politik sementara di sisi lain mereka dituntut untuk berada dalam posisi netral dan terlepas dari kepentingan politik.
Kondisi seperti ini membuat karier mereka sering dikaitkan dengan kepentingan politik, dan hal tersebut membuat sulitnya para birokrat untuk tetap dapat bersikap netral dan menjaga profesionalitasnya dalam menjalankan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik.
Kondisi semacam inilah yang membuat konsep netralitas birokasi menjadi sulit  terwujud, sebab sulit melepaskan birokrasi dari kepentingan politik selama mereka masih memiliki hak politik untuk  memilih.
Mengapa Netralitas Sulit Terwujud?
Menjelaskan netralitas birokasi dalam politik adalah kecenderungan birokrasi (pegawai negeri sipil) untuk independen atau tidak memihak (nonpartisan) dalam pertarungan mendapatkan jabatan atau kekuasaan.
Terdapat faktor internal yang mempengaruhi netralitas birokrasi, yaitu sentimen primordialisme dan logika kekuasaan. Juga faktor eksternal, yaitu adanya ambiguitas regulasi yang membuat birokrasi menjadi tidak netral dan independen.
Di sinilah salah satu persoalan utama yaitu ambiguitas regulasi dan logika kekuasaan yang menempatkan para ASN pada situasi yang dilematis, sebab status mereka yang berada dalam lingkaran kekuasaan politik yaitu berada di bawah para pejabat politik sehingga membuat karier mereka akan terpengaruh situasi politik yang ada.
Dalam kondisi ini ASN dituntut untuk lepas dari kepentingan politik saat di sisi lain mereka memiliki hak politik untuk ikut memilih yang seringkali dimanfaatkan oleh para calon pemimpin politik untuk memobilisasi suara ASN dengan melakukan politisasi birokrasi yang semakin menghimpit posisi para ASN.