Sembilan tahun yang lalu.
Ibu mengatakan padaku, "Aku tidak akan mencintai siapa pun selain kamu nak," Seraya mencium keningku, "dan almarhum bapakmu." Â
***
Delapan tahun yang lalu.
Seraya merapikan kamar aku memperhatikan foto kusam yang terpajang di tembok kamar. Mengkhayalkan bahwa aku pernah bertemu dengannya. Tidak, sepertinya aku lupa pernah hidup bersamanya.
Perhatianku teralihkan. Aku menemukan sesuatu yang menakjubkan pagi itu. Kursi masih tidak menjangkauku untuk melihat apa yang kuraih, tetapi aku tau. Pusaka itu akan tetap disitu.
"Naaaaaaak, cepat antarkan kerupuk ituuuuu!"
Aku melompat dari kursi dan berlari menghampiri ibu. Mencium tangannya dan bergegas pergi ke warung. Sesampainya, aku menyapa sejenak mbah Darjo tanpa menyadari bahwa pusaka itu telah ditakdirkan untuk malam itu.
***
Tujuh tahun yang lalu.
Mbah Darjo, biasa orang memanggilnya. Pemilik warung di ujung kampung kami. Laki-laki enam puluh tahunan tempat biasa aku menitipkan keranjang kerupukku. Sore selepas bermain bola ia menghampiriku dan bertanya apakah aku bisa dimintakan bantuan, aku mengiyakan dan di sinilah aku kini.