Aku orang baru di desa ini. Masih meraba apa yang ada di desa ini. Ke sana ke mari, aku cari tahu, beradaptasi, dan bersosialisasi.
Sampai kemudian aku bertemu salah satu tetua di desa. Ki Jalu namanya. Baru bersalaman dan memperkenalkan diri, dia langsung menempelkan bibir ke telingaku.
"Kamu punya kelebihan," katanya lirih dan aku merasa tak nyaman karena bibirnya yang masih ada tembakau itu menempel di telingaku.
Di teras rumahnya, dengan kursi terbuat dari bambu, kami duduk. Ki Jalu bicara tak bisa dipotong. Apa saja dia bicarakan. Hingga aku hanya mengangguk saja.
"Kau bisa melihat kepala manusia dengan jelas. Kau akan melihat kemampuanmu itu nanti malam. Aku akan bilang ke kades agar kau datang menggantikanku," katanya.
"Siap-siap nanti malam, pertemuan di balai desa. Kamu harus datang, menggantikanku. Sekarang pulanglah dan istirahat," katanya.
Aku tentu tak bisa banyak membantah. Aku orang baru. Aku hanya mengangguk saja. Lagipula, datang ke pertemuan apa susahnya? Ya kan?
Sore hari, Pak Kirman datang ke kontrakanku. Dia bilang bahwa aku diminta datang di pertemuan nanti malam, mewakili Ki Jalu.
"Siapa yang diminta langsung mewakili Ki Jalu, pasti bukan orang sembarangan," kata Pak Kirman.
Aku hanya diam saja. Tapi ya sudahlah. Aku tak mau ambil pusing.