Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Debat Para Tikus

24 Desember 2024   14:59 Diperbarui: 24 Desember 2024   14:59 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto hanya ilistrasi (Sumber: kompas.com/sukoco)

***
Malam hari itu datang juga. Aku tentu saja tak pernah paham apa rapat ini. Membahas apa dan aku harus bagaimana? Tapi ya sudahlah, aku hanya duduk tenang dan dipersilakan di depan oleh pak kades. Maksudnya duduk di bagian depan.

Aku hanya jadi pendengar saja. Lambat laun aku mulai paham apa rapat itu. Ternyata orang-orang di situ sedang membagi uang hasil bantuan pemerintah, bantuan tokoh politik, bantuan pengusaha kaya raya. Aku menduga ini cara ilegal untuk bagi-bagi kue segelintir orang.

Tapi mereka tak asal membagi. Semua harus memiliki alasan jelas mengapa meminta bagian dengan nilai tertentu.

"Kau tak tahu, bagaimana warga lingkunganku kepayahan. Aku harus dapat 400 juta," kata Sikin berapi-api. Dia adalah kepala dusun yang merasa mewakili warganya.

"Hanya warga 200 KK, meminta uang sampai 400 juta. Itu tak masuk akal. Turunkan jumlahnya, cukup 100 juta," kata Sabar menimpali. Dia kepala dusun lain yang memang sering beda pandangan dengan Sikin.

"Kita butuh suasana religi. Desa ini butuh acara religi. Ya setahun sekali sudah cukup. Tapi dibuat wah, berkelas, dan mengesankan. Aku butuh 500 juta untuk itu," kata Agus, yang mengurusi perihal keagamaan di desa.

Di antara penggede itu, aku lihat juga Kasdi, petani kecil yang bisa-bisanya masuk forum istimewa ini. "Aku butuh 50 juta saja. Aku mau ada hajatan," katanya lantang.

"Setuju..." Serentak suara menyetujui permintaan Kasdi. Aku sempat kaget, seorang Kasdi bisa di-ACC untuk kepentingan pribadi. Tapi aku baru ingat cerita tempo hari tentang petani kecil yang punya banyak kartu mati para penggede desa.

"Mungkin petani kecil yang dimaksud adalah Kasdi," batinku.

Rebutan duit terjadi sangat panas. Tapi tak ada bentrok fisik. Makin lama, permintaan duit makin tak masuk akal.

Makin lama, aku pusing juga mendengarkannya. Sembari geleng-geleng kepala dan menelan ludah, aku kemudian menutup mata sesaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun