"Ya silakan lah diurus sendiri, saya percaya sama warga sini," kata Aman enteng.
Desas-desus penyalahgunaan dana donatur terus muncul. Tapi ya sulit dibongkar. Sebab, yang punya uang sendiri yakni Aman, merasa tak ada masalah.
Aman menjadi pahlawan bagi kampung kami. Sebelum ada Aman, setiap acara, warga patungan. Tapi lebih banyak warga yang ogah patungan dengan berbagai macam alasan.
Kadang Agustusan saja, banyak yang emoh patungan. Tapi itu cerita dulu saat Aman belum ada. Setelah Aman ada, semua aman. Pendanaan aman.
Nah, jelang Agustusan kemarin, Aman dan keluarga sudah tidak nampak. Tiga pembantu yang biasa kami sapa juga tak terlihat. Ke mana keluarga Aman?
Sebagian dari kami mencoba mencari tahu ke tiga pembantu keluarga Aman. Cuma memang rumah tiga pembantu itu cukup jauh dari kampung kami.
Sampai kemudian kami menemukan rumah salah satu pembantu Aman yakni Tarno. Tarno bilang bahwa dia sudah tak kerja di rumah Aman.
"Bapak dan keluarga pergi mendadak. Kami para pembantu juga diputus kerja, diberi uang pesangon 10 bulan kerja," kata Tarno.
"Katanya mau ke luar kota. Pindah rumah. Rumah mewah itu kabarnya akan dijual," kata Tarno.
Dapat kabar itu, warga sudah mulai kelimpungan. Sebab siapa yang mau menopang pendanaan Agustusan? Sementara warga memang banyak yang enggan mengeluarkan duit. Kampung kami banyak yang pelit. Khususnya mereka yang dituding menyalahgunakan dana donatur.
Agustusan sudah tinggal dua pekan, tapi dana yang terkumpul sangat tak memadai. Entahlah. Warga kami dari dulu seperti itu. Pelit!