Semasa di AS Roma, pembuka ruangnya adalah Marco Delvecchio dan pelayannya adalah Francesco Totti.
Semasa di timnas Argentina, pembuka ruang baginya adalah Claudio Lopez. Nah, pelayannya tak terlalu jelas. Kadang Juan Veron dan kadang Ariel Ortega. Semasa Piala Dunia 1994, pelayan Batistuta adalah Maradona.
Maka, striker nomor 9 sejenis Batistuta tak akan bisa jika jadi penyerang tunggal. Sebab dia tak memiliki kemampuan untuk gocek sana sini. Batistuta butuh tandem di depan untuk membantu membuka ruang.
Contoh lain nomor 9 murni yanh butuh tandem adalah Alan Shearer. Di timnas Inggris, dia selalu punya tandem. Di Euro 1996 tandemnya adalah Teddy Sherringham.
Lihatlah Raven
Gaya bermain Raven menurut saya tak terlalu istimewa. Dia beberapa kali kehilangan bola. Umpannya pada kawan terlalu kencang. Sebagai nomor 9 murni, dia memang lebih rajin ngepres. Dia juga mau turun ke belakang.
Tapi potensi besar Raven adalah seorang pembunuh alias pencetak gol. Dia bisa membunuh dengan lututnya seperti saat lawan Timor Leste. Dia juga mampu membuat gol dengan sentuhan kecil seperti saat lawan Timor Leste.
Raven juga dingin dalam mencetak gol seperti saat lawan Filipina. Dia adalah tipikal pemain satu sentuhan. Entah sentuhan mencetak gol atau sentuhan assist.
Jadi, Raven memiliki potensi insting membunuh yang luar biasa. Karena potensi membunuhnya luar biasa (seperti Batistuta), maka dia butuh pembuka ruang di kotak penalti dan pelayan.
Maka Raven menurut saya akan kerepotan jika menjadi penyerang tunggal. Dia kesulitan jika tak ada tandem. Sebab tak ada teman yang bisa membuka ruang buatnya.
Tapi ketika ada tandem, maka keistimewaannya bisa muncul. Tengok saja ketika ada tandem di depan yakni M Ragil, Raven mampu mencetak dua gol.