Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pantura, Rob, Pilu, dan Denyut Kehidupan yang Melambat

15 Mei 2024   15:50 Diperbarui: 15 Mei 2024   16:11 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret pantai utara Jawa Tengah di Kendal. (kompas.com/slamet priyatin)

*

Sudah lama aku meninggalkan Pantura. Lebih dari separuh hidupku tak lagi di Pantura. Sesekali aku mampir ke sana. Bercengkerama dengan orang-orang dahulu yang tersisa.

"(Sebagian) sudah tak ada sawah. Karena air laut sudah menjalar ke sawah. Mau menanam apa jika tanah sudah dimasuki air asin?" Kata salah satu saudaraku yang tersisa di sana.

Cerita pilu itu berseliweran di khayalan bercampur dengan sketsa pekatnya sebagian bibir pantai yang penuh dengan sampah, perahu yang catnya sudah luntur, dan bau khas ikan laut.

Cerita-cerita pilu tak berhenti di situ. "Aku juga heran mengapa  dia beli rumah di situ. Rumah baru tapi sudah berteman dengan rob," kata mantan tetangga sedang menceritakan anaknya.

Kadang aku menyempatkan diri mencari temanku dahulu. Blusukan bermodal tanya dan telepon genggam. Sebab, teman-temanku memang sudah berpencar.

"Rugi kalau terus berusaha melawan rob. Memperbaiki tambak dengan alat berat itu butuh duit sampai ratusan juta. Tapi roboh lagi karena rob. Selalu seperti itu. Tambak mati. Ya bagaimana lagi?" Kata temanku yang bergulat dengan dunia pertambakan.

Aku sering menghela napas panjang. Melihat satu per satu kematian denyut kehidupan di pantai utara.

"Sekarang orang cari atau buat rumah yang menjauhi pantai. Kalau ada yang beli rumah dekat pantai ya percuma. Tapi ya bagaimana lagi. Mungkin dia sangat butuh rumah," kata seorang teman yang kerja sebagai sopir.

Itu baru soal rob, belum banjir yang jadi langganan. Siapa yang menebang hutan, siapa pula yang kena getahnya? Yang kena getahnya ya orang-orang di dataran rendah.

"Bapak sakit, ini rumah juga kebanjiran," sebuah pesan pendek mampir di telepon genggamku beberapa waktu lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun