Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Polemik 57 Pilkades di Banjarnegara dan Revisi UU Desa

30 April 2024   09:21 Diperbarui: 30 April 2024   09:30 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pilkades. (kompas.com/labib zamani)

Saat ini sedang hangat polemik tentang pasca pemilihan kepala desa (pilkades) di 57 desa di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Mereka yang sudah terpilih, baru akan dilantik dua tahun mendatang karena revisi UU Desa. Rangkuman fakta bisa Anda baca di sini, sini, dan sini. 

Tapi saya coba untuk menuliskan faktanya berdasarkan beberapa sumber berita tersebut. Pertama yang perlu diketahui bahwa coblosan pilkades Banjarnegara sudah direncanakan berlangsung pada 5 Maret 2024. Artinya sebelum 5 Maret, proses panjang sudah berlangsung dari mulai pendaftaran, kampanye, panitia, dan tetek bengek lainnya.

Kemudian, sebelum 5 Maret itu, atau di akhir Februari 2024, muncul kebijakan dari Pemkab Banjarnegara berdasarkan arahan /kebijakan dari Kementerian Dalam Negeri. Intinya, bahwa pilkades 5 Maret 2024 ditunda. Setahu saya, salah satunya karena dinamika revisi UU Desa yang makin dekat disahkan. Salah satu isu yang mengemuka terkait revisi UU Desa saat itu adalah masa jabatan kades.

Mungkin penundaan itu adalah bentuk antisipasi jika ada perubahan di revisi UU Desa terkait masa jabatan kepala desa.

Namun, kebijakan penudaan coblosan pilkades saat itu mendapatkan repons negatif dari masyarakat. Saya berpendapat wajar saja masyarakat atau kandidat menolak penundaan coblosan pilkades. Sebab, dana yang dikeluarkan sudah cukup besar dari mulai sosialisasi dan kampanye. Masa tiba-tiba ditunda.

Ekspresi kekecewaan kemudian muncul. Demo besar-besaran di beberapa kecamatan di Banjarnegara terjadi kala itu. Dari tekanan publik kala itu, akhirnya Pemkab urung menunda coblosan pilkades. Coblosan pilkades akhirnya tetap berlangsung pada 5 Maret 2024. Sebanyak 57 kades terpilih di pilkades tersebut. Mereka akan dilantik pada 30 April 2024.

Tapi, rentang waktu antara coblosan dan pelantikan kades di Banjarnegara itu, ternyata ada pengesahan revisi UU Desa yang baru. Revisi UU Desa yang baru itu disahkan pada akhir Maret 2024. Salah satu poinnya adalah masa jabatan kepala desa jadi 8 tahun dari yang semula 6 tahun.

Makin ruwetlah ceritanya. Kades terpilih meminta dilantik pada 30 April 2024. Sementara, petahana meminta pelantikan dua tahun yang akan datang karena petahana harusnya menjabat 8 tahun sesuai dengan revisi UU Desa, bukan 6 tahun seperti UU Desa sebelum revisi.

Kalau saya sendiri berpendapat bahwa kedua belah pihak memiliki landasan yang sama kuat. Yang ingin dilantik bisa berdalih bahwa pemilihan terjadi di masa sebelum UU Desa direvisi. Sementara yang ingin perpajangan masa jabatan berdalih bahwa mereka termasuk yang diperpanjang masa jabatannya sesuai UU Desa hasil revisi.

Belakangan Pemkab Banjarnegara sesuai dengan surat dari Kemendagri memutuskan pelantikan kades terpilih diundur dua tahun ke belakang. Hal itu mengacu pada UU Desa hasil revisi bahwa jabatan kades adalah 8 tahun. Artinya, petahana (yang sudah menjabat 6 tahun) masih memiliki waktu jabatan 2 tahun ke depan. Polemik makin mengemuka karena kades terpilih tentu ingin segera dilantik. Tensi politik desa di Banjarnegara menghangat.

Pagi ini, 30 April 2024, massa sudah berkumpul di pusat Kabupaten Banjarnegara menolak kebijakan penundaan pelantikan kades di 57 desa hasil pilkades 5 Maret 2024. Itulah info yang saya dapatkan dari teman di Banjarnegara.

Ke Belakang?

Saat ramai-ramai tentang rencana pelantikan kades terpilih, saya berusaha mencari tahu aturan di UU Desa hasil revisi. Saya hanya ingin tahu apakah UU Desa hasil revisi memberikan pengecualian pada desa yang sedang pilkades? Misalnya aturannya begini, selama ada desa yang sedang proses pilkades, maka UU Desa revisi itu belum berlaku. Atau misalnya menjelaskan secara rinci bahwa aturan UU Desa hasil revisi berlaku bagi daerah yang sedang pilkades.

Mungkin pandangan saya tentang (perician aturan) terlalu teknis dan bisa didebat secara hukum. Tapi, yang perlu dipahami adalah bahwa aturan hukum hendaknya bisa menjadi jawaban secara gamblang atas fenomena yang terjadi. Kalau masih sangat bisa multitafsir, akan repot jadinya, khususnya yang berkaitan dengan hajat orang banyak.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun