Dari dalam kamar, Budi merasa banyak yang menyindirnya, termasuk Nanto, pemuda pengangguran yang supel bergaul.
"Keluar! di kamar terus!" Teriak Nanto di depan rumah Budi. Tentu saja itu sindiran karena Nanto juga suka membully Budi.
Kadang Nanto main ke rumah Budi untuk ngobrol sama bapaknya Budi. Berkali-kali Nanto mengolok-olok Budi di depan bapak Budi (namanya bapak Budi terserah kamu saja). Jadi setiap ada suara Nanto, Budi menutup telinganya dengan jari atau alat pendengar suara.
Budi tak pernah keluar rumah. Dia resah sebenarnya ketika tak pernah keluar rumah. Tapi dia tak tahu harus bagaimana untuk bisa keluar dari resahnya.
Satu petang, Budi memberanikan diri keluar dari rumah. Dia ke musala. Selesai ambil wudu dan akan masuk musala, Nanto bicara keras.
"Eh tumben ke musala," kata Nanto.
Pernyataan Nanto itu benar-benar menusuk Budi. Di dalam kamar dibully, keluar pergi ke musala disindir. Hari-hari berikutnya Budi tak pernah lagi ke musala.
Minggu pagi, Budi resah lagi. Dia berusaha keluar rumah untuk bersosialisasi mengikuti kerja bakti kampung. Dia bingung mau bagaimana. Sampai di tempat kerja bakti, tak ada satu pun yang menyapanya.
Dari jauh Nanto teriak, "eh tumben ikut kerja bakti," kata Nanto.
Budi benar-benar tersiksa. Bersosialisasi tersiksa dan di kamar tersiksa. Tapi, kamar memberinya kenyamanan. Sampai akhirnya dia meluncur di dunia maya dan tersangkut narkoba.
***
Malam hari polisi datang ke rumah Budi. Mereka menggeledah kamar Budi. Kemudian ada barang haram itu. Ibu dan ayah Budi syok, tak bisa apa-apa.