Terlalu lama merantau membuat perantau bisa "terasing" di kampung halamannya. Sebab, banyak yang berubah di kampung halaman. Dari bangunan, suasana, sampai orang-orangnya.
Saat awal-awal merantau tentu aku sangat rindu ketika pulang kampung. Yang pasti bertemu orangtua dan keluarga. Bertemu dengan atmosfer di kampung. Bertemu dengan tetangga yang menyapa.
Seiring berjalannya waktu, karena pekerjaan dan tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga, membuat mudik tak sesering di masa awal merantau. Mulanya setahun dua kali, berubah jadi setahun sekali.
Itu pun tidak dalam waktu lama berada di kampung. Sebab, harus kembali bekerja. Aku sendiri bukan tipikal orang yang bisa balik mudik langsung kerja.
Kalau balik mudik, harus ada waktu istirahat sehari, baru kerja. Sebab, jika balik mudik langsung kerja, lelahnya tak terkira.
Nah, ketika Covid-19 melanda tentu tak pulang kampung. Makin jarang pulang kampung.
Setelah lebih dari 20 tahun merantau, perubahan banyak terjadi. Misalnya, Â dulu pulang kampung bertemu orangtua, kini pulang kampung menengok makam orangtua.
Dulu pulang kampung banyak yang kenal, kini mereka sudah pergi atau meninggal satu per satu. Semakin sedikit yang kenal dengan diriku.
Lalu, anak-anak remaja atau pemuda juga bermunculan. Bayangkan saja, anak yang kini sudah berumur 20 tahunan di kampung adalah anak yang tidak mengenaliku. Sebab, sebelum mereka lahir, aku sudah merantau.
Semakin banyak anak baru dan aku tak paham mereka itu siapa saja. Paling bisa tahu setelah dapat info dari tetangga yang sudah berumur.