Berfoya-foya dalam kamus besar bahasa Indonesia dimaknai sebagai menghamburkan uang untuk bersenang-senang. Berfoya-foya bukanlah gaya hidup sederhana.
Setelah aku pikir, cara pandang terhadap berfoya-foya telah berubah. Cara pandang masa lalu dengan masa sekarang berubah. Setidaknya itulah yang aku rasakan.
Dahulu semasa aku kecil, guruku di sekolah melarang gaya hidup berfoya-foya. Sekalipun kaya tak boleh berfoya-foya, apalagi miskin.
Berfoya-foya adalah sesuatu yang tak boleh dilakukan. Tak ada celah untuk memandang foya-foya sebagai hal yang biasa atau positif. Intinya foya-foya itu buruk.
Setahuku memang sudah ada dari dahulu orang berfoya-foya. Setahuku, di masa lalu, ya tahun 80-an, foya-foya dilakukan tapi tetap tak memiliki pembenaran atau pelumrahan.
Kemudian, seiring berjalannya waktu, mulai ada pelumrahan tentang foya-foya. Orang berfoya-foya dan dia punya alasan. Alasannya begini, "duit-duitku, mau aku buat foya-foya ya urusanku."
Maka, ketika ada alasan seperti itu, foya-foya bagi sebagian orang seperti dimaknai sebagai ruang privat yang tak boleh direcokin orang lain.
Semakin ke sini, foya-foya semakin terkesan boleh dilakukan. Alasannya begini, "boleh saja foya-foya, yang penting uangnya bukan dari uang maling."
Memang tidak semua orang membolehkan foya-foya. Masih ada yang menilai bahwa foya-foya adalah hal terlarang.
Tapi setidaknya ada pergeseran nilai. Jika dahulu foya-foya hanya dimaknai sebagai larangan, kini ada sebagian orang yang menilai foya-foya boleh dilakukan dengan catatan.