Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Antrean Online Birokrasi, Orang Manual, dan Pelayanan

11 Maret 2023   09:15 Diperbarui: 11 Maret 2023   09:26 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber gambar: freepik.com/pch.vector dipublikasikan kompas.com)


Birokrasi itu melayani. Karena melayani, maka birokrasi harus beradaptasi dengan realitas sosial masyarakat ketika memberikan pelayanan. Bukan masyarakat yang harus menyesuaikan dengan pelayanan birokasi.

Tapi garisbawahi bahwa adaptasi birokrasi dalam pelayanan ke masyarakat juga mengedepankan asas kepatutan.

Aku mulai dari cara pandang bahwa birokrasi itu melayani. Ada dua dasar mengapa birokrasi itu harus melayani. Dasar pertama adalah teoritik dan dasar kedua adalah secara logis.

Secara teoritik, paradigma new public service-nya Denhart & Denhart (2003) bisa jadi salah satu pijakan. Pijakan bahwa birokrasi itu harus melayani.

Secara logis, birokrasi juga harus melayani rakyat. Sebab, birokrasi adalah alat kekuasaan. Kekuasaan di Indonesia ada empat.

Kekuasaan eksekutif dengan puncak pemimpinnya adalah presiden. Presiden adalah pihak yang dapat mandat dari rakyat melalui pilpres. Rakyat pilih presiden, presiden ngatur birokrasi, maka birokasi ya harus melayani rakyat.

Kekuasaan kehakiman dengan puncak ketua MA dan ketua MK. Ketua MA adalah hakim agung, hakim agung dipilih DPR, DPR dipilih rakyat. Birokrat di kekuasaan kehakiman diatur oleh Ketua MA. Karena ketua MA dipilih DPR, dan DPR dipilih rakyat, maka birokrat di MA harus melayani rakyat.

Ketua MK dipilih dari hakim MK. Hakim MK ada 9. Tiga hakim pilihan DPR, tiga hakim pilihan Presiden, tiga hakim pilihan MA. DPR, Presiden, dan Ketua MA secara langsung dan tidak langsung dipilih rakyat. Maka, birokrasi di MK ya harus melayani rakyat.

Kekuasaan legislatif, puncak pimpinannya adalah Ketua DPR. Ketua DPR dipilih dari para anggota DPR. Anggota DPR dipilih rakyat. Maka birokrasi di legislatif juga harus melayani rakyat.

Kekuasaan keempat adalah kekuasaan di luar tiga di atas. Contohnya adalah penyelenggara pemilu. Contoh penyelenggara pemilu adalah KPU. KPU dipimpin oleh Ketua KPU. Ketua KPU dipilih dari anggota KPU. Anggota KPU dipilih DPR. DPR dipilih rakyat. Maka birokrat di KPU harus melayani rakyat. Oiya, yang menyebut penyelenggara pemilu sebagai kekuasaan keempat adalah Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua MK.

Selanjutnya, adalah contoh birokrasi harus beradaptasi dalam melayani. Jika kantormu adalah kantor pelayanan pemerintahan, maka kantormu juga harus ramah pada siapa saja. Termasuk ramah pada penyandang disabilitas pengguna kursi roda.

Sekalipun misalnya hanya ada satu penyandang disabilitas pengguna kursi roda, dia tetap harus dapat pelayanan yang adaptif. Misalnya di kantor pelayanan itu, ada jalan khusus bagi penyandang disabilitas pengguna kursi roda.

Contoh lain, kantor pelayanan pemerintahan juga harus adaptif pada manula. Misalnya, menyiapkan pemandu untuk manula. Memberi akses khusus bagi manula, seperti kursi misalnya.

Birokrasi harus beradaptasi, memberikan alternatif pilihan pelayanan, sesuai dengan realitas rakyat atau realitas tuannya. Bukan hanya orang pada umumnya yang dilayani, orang dengan keterbatasan tertentu juga harus mendapatkan pelayanan yang memudahkan.

***
Mungkin setahun yang lalu, aku datang ke kantor pajak. Kantor pajak berada di bawah Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan di bawah Presiden.

Jadi orang-orang di kantor pajak adalah birokrat, alat kekuasaan eksekutif. Maka, kantor pajak harus melayani rakyat, melayani tuannya.

Kala itu saya ingin mengurus SPT, kalau tak salah. Ternyata tak bisa langsung masuk ke kantor pajak. Kata pihak keamanannya, harus mendaftar antrean online dengan mengunjungi kunjung.pajak.go.id.

Kalau tidak mengunjungi kunjung.pajak.go.id, tak bisa dilayani. Mengunjungi kunjung.pajak.go.id, ya harus pakai HP atau laptop atau sejenisnya. Bagiku tak masalah.

Terus aku bertanya dalam hati. Mereka yang tak fasih atau tak punya HP, bagaimana ya berurusan dengan pajak? Apakah ada yang tak punya HP atau tak fasih menggunakan HP? Ya banyak kalau di pinggiran kota atau perdesaan. Jangan pikir semua orang Indonesia sama dengan orang Jakarta.

Seperti tulisan di atas, birokrasi harus beradaptasi dengan realitas lapangan. Memberi ruang pelayanan bagi mereka yang memiliki keterbatasan.

Adakah instansi pemerintah lainnya yang melulu hanya pakai online-online? Aku tak sepakat dengan itu. Bukan karena aku kuno, tapi karena birokrasi basisnya adalah melayani, dengan melihat realitas sosial.

Jika masih ada masyarakat yang tak punya akses teknologi, layani mereka dengan cara manual. Selain pelayanan  online, berilah opsi pelayanan manual. 

Jangan karena dalih teknologi dan kemajuan, birokrasi melupakan tuannya yang papa. Majulah birokrasi, main teknologilah, tapi jangan lupakan bahwa orang Indonesia belum semuanya melek teknologi dan mereka harus dilayani!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun