Salim sedang merengkuh anaknya di tepi sawah. Saat itu, bunyi petir luar biasa, gelap tak berbatas di langit. Hujan agak deras menderu.
"Aku takut pak," kata Rohim, anak Salim yang masih lima tahun itu.
"Ya sebentar, tenang saja, tak apa," kata Salim memberi naungan dengan kata-katanya.
Tak ada cahaya. Padahal baru pukul 13.00, selepas Salim menggelar sajadah di gubuk sawah itu. Anak Salim mendekap dengan erat, bercampur takut yang menggebu.
"Takut pak," kata Rohim.
"Tenang saja, sebentar lagi akan reda, kita jalan pulang. Ketemu ibumu," ujar Salim.
Benar-benar mengerikan. Siang dengan petir yang tak henti bersahutan. Gemuruh angin dengan hitam pekat langit. Padi terdengar bergoyang keras, bergesekan.
Dengan senter, Salim memeluk anaknya, menggendong anaknya. Hujan mulai mereda, tapi gelap tak ketulungan.
"Kita pulang ya," kata Salim dengan Rohim ada di gendongan.
Sepi luar biasa jalan menuju kampung itu. Tak banyak manusia. Sampai kemudian, Rohim menjerit tak henti-hentinya ketika cahaya senter Salim menuju ke satu sosok. Lelaki berbaju dengan kepala ular. Lelaki berkepala ular itu juga memegang senter.