Saya hanya ingin berbagi pengalaman saja. Tulisan ini muncul karena ada topik pilihan tentang dagdigdug masa depan pekerja di startup. Saya hanya ingin cerita pengalaman saya beberapa tahun lalu ketika kehilangan pekerjaan di usia yang hampir 40 tahun.
Saat itu, saya kehilangan pekerjaan karena perusahaan gulung tikar. Terlalu banyak cerita perih yang saya dapatkan di masa itu. Tapi saya pikir tak perlu saya ungkap satu per satu secara rinci.
Jadi, saya kehilangan pekerjaan ketika saya sudah memiliki dua anak yang masih kecil. Yang nomor satu saat itu baru kelas 1 SD.
Situasi tentu menjadi sulit karena saya tipikal orang yang tidak bisa bercabang mencari nafkah. Dari dulu, saya hanya bekerja di satu tempat saja.
Pernah berusaha mendapatkan pendapatan dengan cara wirausaha alias mencari pekerjaan sampingan, tapi sering gagal. Mungkin karena memang waktu lebih tersita ke pekerjaan utama.
Nah, di tengah saya yang menggantungkan pada satu pekerjaan dan perusahaan itu gulung tikar, sudah bisa dibayangkan betapa susahnya kehidupan. Anak dua, punya istri yang bekerja sebagai honorer. Tahu sendiri kan berapa pendapatan honorer? Bisa dibayangkan bagaimana suramnya masa depan saya.
Saya juga paham, di usia menjelang 40 tahun adalah usia yang nanggung. Tidak bisa dikatakan muda tapi juga belum bisa dikatakan tua.
Melamar pekerjaan tanpa koneksi jelas agak sulit bagi saya. Sebab, secara umur memang tidak memungkinkan lagi bekerja dari bawah. Bukan soal apa, tapi soal fisik yang tak sebugar ketika berusia kepala dua.
Bersaing dengan orang yang lebih muda pasti saya kalah secara fisik dan kegesitan. Saya tahu diri. Apalagi di masa usia 20-an, saya termasuk workaholic, gila kerja dan bahkan gila berkegiatan. Begadang, rokok, kopi adalah bagian biasa kehidupan di masa usia 20-an. Saat menjelang usia 40, kondisi badan sudah terasa berat. Fisik sudah menurun.
Akhirnya, saya hanya mengandalkan jaringan seadanya untuk mencari pekerjaan. Semua kesempatan perusahaan yang mungkin saya masuki, maka saya masuki. Tapi semua mentah.