Piala Afrika 2021 yang digelar awal tahun 2022 sudah melangsungkan beberapa pertandingan. Salah satu pertandingan yang sudah digelar adalah pertai besar atau big match antara Maroko melawan Ghana.
Laga Maroko melawan Ghana adalah pertandingan grup C. Laga yamg berakhir pada Selasa (11/1/2022) itu dimenangkan Maroko dengan skor tipis 1-0. Gol tunggal dibuat Sofiane Boufal di menit 83.
Laga ini layak disebut big match karena komposisi kedua tim cukup mentereng. Maroko diperkuat pemain ternama seperti Achtaf Hakimi (PSG), Yassine Bounou (Sevilla), Romain Saiss (Wolverhampton), Munir El Haddadi (Sevilla).
Ghana juga memiliki pemain ternama. Ada Thomas Partey (Arsenal), Jordan Ayew (Crystal Palace), Andre Ayew (Al-Sadd). Ghana dikenal memiliki reputasi bagus di Afrika.
Namun, sekalipun diisi pemain mentereng, laga sangat tak menarik menurut saya. Walaupun saya hanya melihat babak pertama. Ada beberapa alasan mengapa saya menyebut laga tak menarik.
Akurasi passing kedua tim bermasalah. Mereka beberapa kali memaksa main menyerang bola atas yang mubazir. Tak ada ancaman mengkhawatirkan ke gawang lawan.
Selama babak pertama, hanya satu peluang bersih dari Maroko. Ghana tak punya satu pun peluang mencetak gol. Gereget yang kurang membuat saya mengurungkan niat nonton di babak kedua.
Skuat yang mentereng hendaknya membuat sebuah tim juga bagus performanya. Namun, sepertinya persiapan mendadak jadi salah satu alasan mengapa Maroko dan Ghana tak menggigit.
Mendadak karena sejatinya para pemain mereka yang berlaga di Eropa masih berada di atmosfer liga. Mungkin mereka langsung jetleg ketika main di Piala Afrika.
Mungkin juga karena ini laga perdana. Sehingga para pemain belum menemukan sentuhannya. Mungkin saja di laga selanjutnya, sentuhan akan terlihat.
Tapi sebenarnya meletakkan ajang di awal tahun ketika banyak pemain main di Eropa adalah hal yang aneh. Menurut saya, para pemain yang berlaga di Eropa masih konsentrasi dengan klubnya.
Sebenarnya akan lebih baik jika ajang ini dilaksanakan di musim panas ketika liga di Eropa libur. Toh pada 2019 lalu Piala Afrika dilaksanakan di musim panas.
Ketika dilaksanakan di musim panas, sebuah tim yang punya banyak pemain di Eropa akan lebih punya waktu adaptasi. Mereka punya waktu bisa kumpul lebih panjang sebelum ajang dimulai.
Jadi? Ya bila ajang besar dilaksanakan di waktu tak tepat, potensinya adalah performa yang tak maksimal. Ajang pun hanya jadi ritual yang tak memberi gereget.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H