Dulu, penopang itu dimainkan oleh Andres Iniesta. Maka, ketika Xavi tak ada, Iniesta bisa jadi andalan jadi penopang. Lihat saja di musim 2014-2015 ketika Xavi sudah mulai kurang main di Barcelona, maka Iniesta menjalankan tugas demgan baik sehingga di akhir musim Barcelona dapat treble.
Lalu siapa yang akan jadi penopang bagi penerjemah? Entahlah. Mungkin penopang itu akan diemban oleh para pemain senior di Barcelona seperti Gerard Pique dan Sergio Busquets.
Belajar dari Pirlo
Yang juga perlu dipelajari Xavi adalah bagaimana, Pirlo tak bisa menduplikasi kejayaannya sebagai pemain saat menjadi pelatih. Pirlo, kala menjadi pemain, adalah nyawa permainan. Namun, dia tak bisa menduplikasi idenya untuk diterjemahkan orang lain.
Setidaknya, kegagalan Pirlo terlihat saat dia menjadi pelatih Juventus di musim lalu. Juventus musim lalu, bagi saya minim orang yang jadi sentral permainan. Bahkan, tak ada yang jadi sentral permainan.
Maka, Xavi perlu belajar dari kegagalan Pirlo. Menjadi pelatih Barcelona adalah pertaruhan besar. Jika Xavi gagal, maka gagal pula kariernya sebagai pelatih. Tengok saja beberapa nama yang gagal di klub besar atau mantan klubnya, langsung anjlok tak ada kabar. Misalnya, Filippo Inzaghi dan Genarro Gattuso di AC Milan, Santiago Solari di Real Madrid, Frank Lampard di Chelsea. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H