Bukan soal Xavi adalah legenda Barcelona, tapi bagaimana dia memiliki visi untuk Barcelona. Visi yang jelas dan progres yang membaik, akan membuat Xavi bertahan lama sebagai pelatih Barcelona. Namun  jika Xavi tak punya visi, ya nasibnya bakal sama dengan Koeman.
Saya tentu masih menunggu seperti apa visi Xavi pada Barcelona. Apa yang akan dilakukan Xavi untuk mengembalikan kejayaan Barcelona. Sebagai pelatih baru, bagaimana dia akan meramu Barcelona.
Jika mengacu pada sejarah, maka Barcelona erat kaitannya dengan tiki taka dan menyerang. Mungkin Xavi akan mengembalikan sepak bola tiki taka dan menyerang. Mungkin dia akan mengkloning kejayaannya sebagai pemain Barca untuk Barca masa kini.
Jika Xavi ingin mengembalikan kejayaan Barcelona, tentu dia akan mengulang visi di masa lampau. Bisa jadi, Xavi akan mengkloning cerita masa lalunya sebagai pemain Barcelona. Jika Xavi mengkloning masa lalu, maka Xavi butuh menerjemah idenya di lapangan.
Artinya, ide Xavi diterjemahkan dengan baik di lapangan. Butuh satu orang sentral untuk menerjemahkan ide Xavi di lapangan. Kira-kira siapa yang akan jadi penerjemah ide Xavi di lapangan?
Agak melebar pembahasan sebentar. Contoh penerjemah adalah saat Juan Roman Riquelme di Timnas Argentina ketika dilatih Jose Pekerman. Riquelme, sebagai pemain tengah, adalah penerjemah ide Pekerman di lapangan.
Dulu setahu saya, Xavi adalah penerjemah atas ide Pep Guardiola. Lalu, siapa yang akan dijadikan penerjemah oleh Xavi?
Jika melihat skuat Barcelona saat ini, Frenkie De Jong sepertinya pantas didapuk sebagai penerjemah di lapangan. Dia adalah pemain berkelas. Lebih dari dua musim di Banyumas sudah cukup untuk Jong.
Ide lain adalah Coutinho. Secara pemainan, maka Coutinho lebih cocok sebagai penerjemah ide Xavi. Sayangnya, pemain ini sedang tidak stabil.
Jika penerjemah ditemukan, maka tinggal bagaimana Xavi mencari penopang bagi penerjemah. Artinya, penopang ini bisa jadi ban serep ketika penerjemah sedang bermasalah.
Dulu, penopang itu dimainkan oleh Andres Iniesta. Maka, ketika Xavi tak ada, Iniesta bisa jadi andalan jadi penopang. Lihat saja di musim 2014-2015 ketika Xavi sudah mulai kurang main di Barcelona, maka Iniesta menjalankan tugas demgan baik sehingga di akhir musim Barcelona dapat treble.
Lalu siapa yang akan jadi penopang bagi penerjemah? Entahlah. Mungkin penopang itu akan diemban oleh para pemain senior di Barcelona seperti Gerard Pique dan Sergio Busquets.
Belajar dari Pirlo
Yang juga perlu dipelajari Xavi adalah bagaimana, Pirlo tak bisa menduplikasi kejayaannya sebagai pemain saat menjadi pelatih. Pirlo, kala menjadi pemain, adalah nyawa permainan. Namun, dia tak bisa menduplikasi idenya untuk diterjemahkan orang lain.
Setidaknya, kegagalan Pirlo terlihat saat dia menjadi pelatih Juventus di musim lalu. Juventus musim lalu, bagi saya minim orang yang jadi sentral permainan. Bahkan, tak ada yang jadi sentral permainan.
Maka, Xavi perlu belajar dari kegagalan Pirlo. Menjadi pelatih Barcelona adalah pertaruhan besar. Jika Xavi gagal, maka gagal pula kariernya sebagai pelatih. Tengok saja beberapa nama yang gagal di klub besar atau mantan klubnya, langsung anjlok tak ada kabar. Misalnya, Filippo Inzaghi dan Genarro Gattuso di AC Milan, Santiago Solari di Real Madrid, Frank Lampard di Chelsea. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H