Mauricio Pochettino. Foto afp/adrian dennis dipublikasikan kompas.com
Ini soal rumor yang berkembang. Rumor yang mewabah di media massa terkait situasi di Paris Saint-Germain (PSG). Klub bertabur bintang itu tidak selalu diliputi ketenangan dalam skuatnya. Artinya, ini menjadi tugas pelatih Mauricio Pochettino. Juru racik asal Argentina itu harus bisa membenahi situasi skuatnya.
Yang akan saya tulis adalah situasi Messi dan Donnarumma. Messi diketahui tak bahagia saat dia ditarik keluar kala laga melawan Lyon. Isu yang muncul bahwa Messi tidak akur dengan Pochettino. Namun, situasi ini kabarnya sudah mereda.
Pochettino sudah bicara tentang Messi dan menjelaskan bahwa sang pemain dalam kondisi tidak fit. Lepas dari masalah Messi, kemudian muncul soal Gianluigi Donnarumma. Kiper yang sekaligus pemain terbaik Euro 2020 ini kabarnya sudah mulai tak betah di PSG.
Media Italia, football-italia.net membeberkan kabar soal tak betahnya Donnarumma. Alasan kiper muda itu  tak betah adalah karena dia tak mendapatkan menit bermain yang banyak. Selama ini, Pochettino lebih sering memainkan Keylor Navas.
Tentu saja Donnarumma kecewa karena dia adalah kiper utama Timnas Italia dan pemain terbaik Euro 2020. Selain itu, Donnarumma jauh lebih muda daripada Navas. Donnarumma masoh berusia 22 tahun. Artinya, jika mau berbicara jangka panjang, Donnarumma layak menjadi kiper utama di PSG.
Lalu, rumor yang berkembang adalah Juventus mencoba mencari kesempatan. Juventus ingin menggaet Donnarumma dari PSG. Diketahui, Donnarumma baru berlabuh di PSG pada musim panas lalu.
Rumor soal ketidaknyamanan Donnarumma kemudian melebar ke Lionel Messi, Neymar, dan pemain asal Amerika Selatan lainnya. Football-italia.net mengabarkan, para pemain Amerika Selatan ini mendukung Navas sebagai kiper utama di PSG.
Mungkin karena satu budaya, maka para pemain Amerika Selatan ini mendukung Navas. Diketahui, Navas berasal dari Kosta Rika dan dia menggunakan bahasa Spanyol seperti para pemain Amerika Selatan pada umumnya (kecuali Brasil yang pakai bahasa Portugal).
Pembuktian
Situasi di luar masalah taktik ini tentu harus diselesaikan oleh Mauricio Pochettino. Dia bukan hanya memikirkan soal taktik semata. Dia juga harus memikirkan kondusivitas di skuatnya. Jika rumor miring selalu mengiringi PSG, hal itu bisa berdampak buruk pada PSG.
Tentu ini menjadi pekerjaan yang sangat berat. Di satu sisi, Pochettino pun mengaku bahwa dia perlu waktu untuk menyatukan para pemain bintangnya di lini depan. Di sisi lain, dia terus digerogoti persoalan di luar taktik.
Jika Pochettino bisa melewati ujian ini, maka dia akan jadi pelatih berkelas. Setidaknya, dia akan dikenang sebagai sosok yang bisa membuat kondusif tim bertabur bintang. Apalagi, jika dia bisa membawa PSG menjadi juara Liga Champions. Makin lengkaplah kesuksesan Pochettino.
Namun, jika Pochettino tak bisa keluar dari situasi ini, karier kepelatihannya bisa tenggelam. Masih ingat dengan Andre Villas Boas? Ya dia yang moncer bersama Porto kemudian tenggelam karena tak bisa menangani situasi di Chelsea yang bertabur bintang.
Waktunya Pochettino menunjukkan kelasnya di PSG!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H