Saat ada tetangga yang kesusahan secara fisik, Tarno akan menyanggupi untuk menolong. Sekadar menggendong atau bahkan membersihkan hajat. Tarno hanya mau melakukan hal-hal baik saja, sembari mencoba melupakan kisah pedihnya di masa lalu.
 ***
Dian sudah 17 tahun. Dia hitam manis. Dian tahu semua cerita masa lalu bapaknya. Entah dari mana. Mungkin dari almarhum Mbah Sumi. Jadi, Dian pun memendam bara luar biasa di tengah pertumbuhannya. Bara pada ibunya.
"Pak Tarno, ada tetangga baru di sana. Mereka ngontrak rumah Bu Sarno. Sepertinya butuh bantuan. Sebab, suaminya lumpuh dan sudah tak bisa bicara. Butuh bantuan untuk mengangkat memindahkan badan ke kasur," kata Ibu Tuti ke Tarno.
Seperti biasa, Tarno akan bergegas menolong. Dia berjalan ke rumah yang jaraknya hanya 25 meter dari rumahnya. Seperti yang mungkin kau duga. Benar adanya bahwa lelaki itu adalah Anton dan si wanita adalah Dewi.
Tarno seperti diberi kilatan petir yang menggemparkan. Masa lalu yang coba dia pendam, tiba-tiba datang di depan matanya. Dia tertegun sebentar di depan pintu. Tapi dia tetap melangkahkan kaki membantu Anton yang sudah kepayahan.
Dewi, yang belasan tahun tak dia lihat itu, tetap cantik dan ayu. Setelah Tarno membantu Anton tidur di kasur, Dewi menangis. Saat Tarno pamit pergi di pintu, tangis Dewi pecah. Tangannya menggenggam erat Tarno. Dewi yang telah mencampakkannya itu menangis tersedu dan bersimpuh meminta maaf pada Tarno.
"Maafkan aku, Mas Tarno," kata Dewi tersedu.
"Panggil pak saja," kata Tarno.
"Tak ada yang mau menolong Mas Anton dalam kondisi seperti ini. Kami kepayahan. Aku lelah Mas Tarno," kata Dewi.
"Panggil pak saja. Jika kau butuh bantuan, kirim pesan singkat ke nomor HPku. Jika aku sedang tak ada kerjaan, aku akan bantu Pak Anton," kata Tarno tanpa sedikit pun melihat wajah Dewi yang tetap cantik itu.