Sekali bermadu, langsung berhasil. Dewi hamil. Saat Dewi hamil, tentu Tarno harus ekstra keras mengurus dua lelaki itu. Sebab, Tarno tak mau Dewi terlalu capek.
Tarno begitu telaten tiap harinya. Ototnya yang perkasa itu, mengurus rumah dan proyek. Dia kerja keras di proyek dan kerja telaten di rumah. Melihat lelaki legam tak tampan berjuang di rumahnya, Dewi berlinangan air mata.
"Kalau sudah lelah, Mas Tarno istirahat saja. Dilanjut besok tak apa-apa. Besok kan Mas Tarno libur," kata Dewi.
 ***
"Kang, tolong bawa istriku ke bidan. Aku sedang urus bapak," kata Tarno melalui telepon pada Kang Juned, penarik becak.
Ruwet dan ribet melilit Tarno. Sang mertua meronta karena ingin buang hajat tapi kesulitan. Di sisi lain, sang istri sudah teriak untuk diantar ke bidan. Tapi Tarno bukan lelaki biasa. Dia sudah sering diterpa panasnya matahari. Dia sudah  biasa diselimuti panas ketika bekerja. Itu juga yang membuat Tarno tenang saja menyelami kerepotan dirinya di pagi itu. Â
Saat semua selesai mengurus mertua, Tarno memburu waktu menuju rumah bidan. Akhirnya mengetahui bahwa dia telah memiliki putri. Putri yang hitam manis hasil cintanya dengan Dewi. Rasa bahagia yang besar itu kemudian bertumbukan dengan pilu luar biasa.
Sebab, saat keluarga kecil itu pulang, bapak dan paman Dewi telah berpulang. Tak ada bahagia. Hanya ada senyap. Tangisan anak, seperti mewakili tangisan pedih Dewi ditinggal dua lelaki yang selama ini dia urus.
 ***
Jelang petang, setelah tiga bulan berlalu. Dewi tanpa basa-basi mengutarakan isi hatinya ketika Tarno baru pulang kerja.
"Terima kasih atas semuanya Mas. Aku ingin kita akhiri saja pernikahan ini," kata Dewi yang membuat Tarno seperti dipukul palu sangat besar.