Kalau saya, dulu sempat melawan, tapi tidak terbuka di forum atau di tempat umum. Saya bicara personal dan saya memprotes cara seseorang mengolok-olok saya. Akhirnya yang bersangkutan minta maaf.
Saya juga merasa beruntung tidak terpuruk karena perundungan. Artinya, saya punya kesukaan yang sangat gila di masa lalu. Saya suka main sepak bola dan menonton sepak bola. Ketika saya punya hobi itu, itulah yang "menyelamatkan" saya.
Jadi, ketika hasrat saya besar saat main sepak bola atau menonton sepak bola, hal itu menenangkan saya. Saya tertolong karena memiliki hal lain yang ditunggu dan dipikirkan, yakni hobi dengan sepak bola.
Maka, saya berpikir, perlu bagi seorang anak untuk memiliki hobi. Tentunya hobi yang tidak negatif, seperti olahraga misalnya. Dengan memiliki hobi, maka ada hal lain yang dipikirkan. Ada pelarian yang positif ketika seseorang memiliki masalah.
Bahkan, bagi saya, sekadar hobi mincing pun tak masalah. Setidaknya ada kegiatan untuk melepas ketegangan ketika anak muda memiliki masalah. Kalau menurut saya, jangan sampai anak tak memiliki hobi. Tentu saja hobi yang tidak negatif.
Apakah Hobi Cukup?
Hobi hanya untuk mengurangi tekanan saja. Hobi bukan untuk menyelesaikan persoalan. Maka, bagi saya perundungan harus dilawan oleh komunitas, oleh lingkungan. Lingkungan sekolah, rumah, kampung, kerja, harus memiliki mekanisme atau semangat untuk melawan perundungan.
Lingkungan yang peduli dan melawan perundungan, akan jadi area aman bagi para korban perundungan. Misalnya lingkungan sekolah, lingkungan rumah, lingkungan kerja intens melawan perudungan. Akan membuat anggota lingkungan aman dari korban perundungan.
Kenapa lingkungan sangat penting? Karena sepemahaman saya, korban perundungan cenderung sulit melawan atau cenderung tidak melawan. Mungkin saja karena memang mereka sudah dinilai lemah sehingga jadi pusat perundungan. Maka, lingkungan menjadi poin penting untuk melawan perundungan.
Perlunya memasifkan pemahaman bahwa manusia memiliki harkat, memiliki martabat, memiliki harga diri. Manusia bukan bahan olok-olok yang merendahkan dan bisa memunculkan problem psikologis yang mengerikan. Memasifkan nilai yang melawan perundungan harus terus digencarkan. Sebab, semua tentu tak mau memunculkan anak-anak yang jadi monster bagi yang lainnya. Anak-anak yang merasa benar sendiri dan merundung mereka yang berbeda.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H