Karman, lelaki 35 tahun yang dari dulu sampai sekarang memiliki rambut belah tengah itu sering menyambangi rumahku. Biasanya dia datang setelah Isya, lalu sampai agak larut bicara apa saja. Aku tinggal mendengarkan saja. Senang kalau mendengarkan Karman bicara. Ekspresinya itu kadang lebih dahsyat dari film Bollywood yang dia suka.
Jadi, kalau bicara, sembari menggerakkan tangannya. Kadang kalau bicara bola, dia sembari berdiri dan memperagakan bagaimana pemain gagal menendang bola. Kadang aku cekikikan. Kalau aku sudah sering cekikikan, maka ada saja yang ikut nimbrung datang di depan teras rumahku. Â
Kalau sudah terlalu larut dan aku cekikikan, maka istriku dari dalam rumah sudah memberi alarm. "Paaaak...." Kata istriku. Itu tandanya aku harus jaga diri karena si kecil juga perlu tidur.
Malam itu, Karman datang ke rumahku. Dia membawa HP kesukaannya sembari baca berita terbaru. Dia suka dengan berita lokal. Paling dia suka adalah berita tentang kejahatan, apalagi kejahatan yang dilakukan mama muda.
"Min, kayak gini kok main pidana ya Min. Coba lihat, ini kan ibu muda yang cantik. Lihat saja," kata Karman sembari memperlihatkan HPnya padaku. Memang cantik si ibu muda itu alias mama muda itu. Ceritanya si mama muda itu tersangkut kasus narkoba.
"Aku sedih kalau lihat kayak gini Min. Maksudku wanita secantik ini kok ngga nikah sama aku saja. Kalau sama aku pasti tidak main narkoba," kata Karman yang memang masih bujang.
Sebenarnya yang suka sama Karman itu banyak. Namun, Karman seleranya wanita yang cantik ala wanita kota. "Coba kalau nikah sama aku, pasti terjamin ya Min," katanya.
"Lho kenal sama kamu saja tidak, kok dia mau nikah sama kamu. Itu bagaimana ceritanya Man?" tanyaku.
"Ya harusnya dia inisiatif kan bisa. Misalnya cari lelaki kayak aku, dewasa, modis, dan manis. Ya wanita cantik itu harus inisiatif, jangan aku terus yang inisiatif," kata Karman yang menurutku sudah mulai ngelantur.
"Ya ngapain juga inisiatif mencari kamu. Ngga ada untungnya kan?" kataku sembari terkekeh.
"Ya hidup kan tidak soal untung rugi Min. Inisiatif saja apa susahnya sih. Kalau wanita-wanita cantik itu inisiatif mencariku kan mereka punya kesempatan mendapatkan lelaki yang baik. Kalau mereka tidak inisiatif mencariku ya dapatnya kayak lelaki lelaki nakal itu," kata Karman.
"Itu bukan kasus pertama ibu muda kena pidana. Kemarin-kemarin juga ada. Bahkan ibu dari kecamatan sebelah. Kan deket dengan tempatku. Kok ya tidak mencoba mencari aku untuk jadi suaminya. Malah cari lelaki ngga jelas," kata Karman benar-benar ngelantur.
"Tapi yang mencarimu sebenarnya banyak kan Man. Ada Siti, Romlah, Ninuk, Rikem. Itu kan konon sering nyari kamu. Tapi kamu sendiri yang ogah-ogahan," kataku.
"Ya aku ingin mendapatkan wanita yang... kau tahu lah Min. Tidak perlu aku jelaskan. Kalau sama mereka, wah kayak gimana gitu," kata Karman.
"Coba kalau mama muda yang cantik-cantik itu kenal aku dan mengerti aku, pasti aku jaga dengan baik. Biarkan dia mengurus anak-anak kami. Nanti aku ke sawah pagi, pulang sore, ada yang menjemput. Si mama cantik dan anak menjemput si papa yang baik hati, kekar, dan uhuy. Enak sepertinya ya Min, kalau kayak gitu," kata Karman sembari menerawang rembulan tanggal 15.
"Aku sedih kalau mama muda itu terjerumus ke dunia hitam. Mending ke pelukan lelaki hitam sepertiku. Sekalipun hitam, aku tidak neko-neko. Usia sudah 35, tentu aku sudah matang ya Min. Coba kalau mama cantik itu dulu datang ke aku dan minta supaya aku menikahinya. Wah, ngga akan banyak mikir. Langsung saja aku nikahi hari itu juga," kata Karman sembari menyeruput kopi yang aku suguhkan.
"Dunia-dunia. Kok ya kayak gitu," kata Karman sembari garuk-garuk bokongnya yang gatal, mungkin digigit bangsat. Setelahnya , tanpa dosa dia buang gas. Wah Karman memang parah.
Tumben malam itu cuma kami berdua, tak ada yang mampir ikut nimbrung. Â Karman terus nerocos tak selesai-selesai. Dari balik kamar, istriku bersuara. "Pak, sudah malam. Apa ngga pengin bobo," kata istriku memberi kode.
Susah kalau seperti itu. Antara menghormati tamu dan menghormati istri. Tapi akhirnya aku memilih menghormati tamu dengan tetap menghormati istri. Aku masuk rumah sembari bilang, "Man, habiskan saja makanannya, aku ke dalam dulu," kataku.
Setelah lebih dari 10 menit aku masuk, Karman merasa kesepian. Dia berkali-kali memanggilku. Tapi ya sudah aku biarkan saja. Biasanya dia tertidur di teras rumahku. Itu sudah biasa karena dia sampai sekarang belum memiliki tanggungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H