Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saat Para Mantan Kades Berkumpul

12 Juni 2021   20:11 Diperbarui: 12 Juni 2021   20:21 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, kompas/handining dipublikasikan kompas.com

Desaku sejak 30-an tahun lalu, tak pernah memiliki kades yang menjabat dua periode. Para kades hanya satu periode saja. Ada yang sengaja hanya ingin satu periode. Tapi ada juga yang berhasrat jadi kades lagi, tapi saat pemilihan, sang incumbent kalah.

Para mantan ini selalu beromantisme. Mereka sering membanggakan pencapaian mereka. Ya wajar jika pemerintahan ada baiknya. Tapi mereka seolah mengatakan bahwa pemerintahan di masa merekalah yang paling baik.

Suara mereka para mantan itu sering keluar masuk telinga warga. Suara mereka seperti gelombang yang berjalan di udara, lalu saling bertemu dan gaduh. Di tengah susah seperti ini, warga malas mendengarkan klaim para mantan.

Sampai akhirnya cerita itu datang. Cerita tentang pertemuan antara para mantan kades. Mereka bertemu saat melayat salah satu tetua desa kami. Siapa para mantan itu?

Ada Kasmo, kades 20-an tahun lalu. Saat jadi kades, Kasmo masih berusia 40-an. Ada juga Nardi, kades setelah Kasmo. Nardi seumuran dengan Kasmo. Ada juga Samsu, kades setelah Nardi. Kalau kades saat ini namanya Sarno.

Sebuah kebetulan, Kasmo, Nardi, dan Samsu datang agak awal. Waktu itu sudah ada kursi yang dipersiapkan bagi para pelayat. Repotnya baru satu lingkaran kursi yang disiapkan. Otomatis, tiga mantan itu ada di satu lingkaran bersama segelintir warga.

"Desa kok kayak gini. Ngga jelas sama sekali. Duit sudah banyak tapi ngga kelihatan pembangunannya," kata Samsu, nyeletuk memancing pembicaraan.

"Zamanku, irigasi itu sudah mulai diperbaiki. Ya kalau setelahku wajarnya dilanjutkan karena irigasi penting untuk petani. Aku sudah memulainya. Eh tak dilanjutkan," kata Samsu.

"Sam, kalau ngomong yang bener. Irigasi itu aku yang mengawali. Kamu cuma numpang melanjutkan saja. Jangan suka klaim, Sam," kata Nardi meninggi.

Samsu yang diserang terlihat memerah wajahnya. Dia tak terima disudutkan. "Nar, kamu itu kerja cuma seiprit. Aku yang menyelesaikannya, walau tak sempurna. Kamu menjabat kades hanya buat irigasi seiprit, makanya tidak terpilih lagi. Ingat Nar, saat pilihan, kamu kan kalah telak sama aku. Itu bukti warga tak percaya padamu," kata Samsu ikutan meninggi.

"Pemilihan kades waktu itu bukan soal aku tak dipercaya. Tapi kamu main belakang. Aku paham siapa yang jadi bandarmu. Kamu melakukan serangan fajar pada para simpatisanku. Berapa miliar bandarmu mengeluarkan uang?" kata Nardi.

"Nar, kamu jangan main tuduh ya. Apa buktinya jika aku punya bandar," kata Samsu sembari menunjuk tangannya.

"Apa perlu aku panggil sekarang bandarnya, Sam?" kata Kasmo menyerobot. Tahu Kasmo yang bersuara, Samsu kena skak. Samsu diam saja.

Tahu Samsu kalah, Kasmo mencari penggung. "Kalian berdua itu hanya pelanjut saja. Akulah yang meletakkan dasar agar masyarakat punya rasa memiliki pada desanya sendiri. Menggerakkan masyarakat dengan massif, baru di masaku. Ingat, aku tak mencalonkan lagi karena tarung di desa sudah bukan levelku.

Kasmo memang merasa jumawa. Dia pun mencoba peruntungan main di level lebih tinggi. Dia pernah dua kali nyaleg untuk DPRD kabupaten. Tapi dua kali pula Kasmo gagal.

"Kas, kamu tak maju lagi karena kamu yakin tak lagi terpilih. Citramu jeblok. Kamu cuma memanfaatkan massa untuk kepentinganmu sendiri. Kalau kau maju juga pasti kalah. Lagian kamu dua kali nyaleg juga gagal," kata Nardi.

"Kamu tahu apa soal politik pemilu. Kelasmu itu kelas kampung," kata Kasmo sembari menunjukkan jarinya pada Nardi.

Lalu, Midin mencoba untuk menenangkannya. "Bapak-bapak, kayaknya sudah mau mulai prosesi pemberangkatan jenazahnya," kata Midin.

***
Prosesi pemberangkatan jenazah ke pemakaman pun akan dimulai. Seperti biasa, ada sepatah, dua patah kata dari keluarga mendiang. Nah, yang jadi wakil keluarga adalah Samsu. Samsu memang masih ada hubungan famili dengan keluarga mendiang.

"Bapak ibu, pada akhirnya kita akan meninggal dunia. Maka, berbuat baiklah saat di dunia. Jika diberi amanah, harus dijalankan dengan baik. Tidak seperti saat ini, situasinya tak mengenakkan. Amanah harus dilaksanakan penuh tanggung jawab. Desa kita harus maju..." kata Samsu yang belum usai.

Tiba-tiba Sarno dari belakang mencoba merebut pengeras suara yang dipegang Samsu. Sarno tak terima disindir seperti itu. Aksi berebut pengeras suara itu sengit terjadi.

Samsu yang datang ke acara itu memakai sarung akhirnya tertanggalkan. Sarung mlorot karena aksi berebut pengeras suara. Celana pendek kolor motif kembang merah jambu yang dikenakan Samsu terlihat jelas.

Sarno, gigi palsunya terlepas karena perebutan pengeras suara itu. Wah runyam. Pengeras suara akhirnya terjatuh dan diambil Nardi.

"Pak dilanjut saja. Dua orang ini tak perlu dicontoh. Mantan dan incumbent sama saja. Kita butuh pemimpin yang cepat dan tanggap. Tak perlu bertele-tele. Ayo cepat pak dibawa ke pemakaman," kata Nardi.

Merasa tak dapat panggung, Kasmo langsung bergegas mengambil satu pegangan keranda. Dia ada di barisan depan pengangkut keranda.

"Pemimpin itu langsung aksi," teriak Kasmo.

Setelah pemakaman selesai, para mantan dan incumbent tidak langsung kembali pulang. Mereka kembali ke kediaman mendiang. Mereka ingin mengucapkan belasungkawa pada putri mendiang. Putri mendiang yang bernama Siti, berusia 23 tahun, pendiam, manis, tak banyak cing cong.

Para mantan dan incumbent ingin bersalaman, berbelasungkawa, menghibur, dan memberi derma sekadarnya. Yang ditunggu tak kunjung keluar.

"Man, Siti tolong dijemput, dia masih di pemakaman," kata seorang kerabat berteriak.

Tahu Siti masih di pemakaman, para mantan dan incumbent itu buru-buru ke pemakaman mau menjemput. Kasmo pakai sepeda, Sarno,  dan Nardi pakai motor. Samsu kebingungan. Dia tak bawa kendaraan atau sepeda.

"Kang, saya boleh bonceng," kata Samsu pada Kamso.

"Preeettt," kata Kamso.

Merasa ditolak, Samsu mau nebeng Nardi atau Sarno. Tapi keduanya sudah melaju. Akhirnya dengan sarung diselempangkan dan celana kolor pendek motif kembang merah jambu itu, Samsu lari tunggang langgang.

Setelah keempatnya sampai di pemakaman, Siti sudah tak ada. Siti sudah pulang lewat jalan beda. "Lewat rumah Pak Kardi, tadi dia jalan pulang ke rumah," kata Yu Sarkem.

Mirip air bah, keempat lelaki itu memburu Siti. Sampai di rumah, ternyata Siti masih mampir di rumah Yu Misem. Bingung lagi. Empat lelaki mengejar lagi. Samsu yang paling repot. Dia terengah-engah amat sangat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun